KOMPAS.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU) menekankan pentingnya reformasi hukum dalam pengawasan persaingan usaha seiring perubahan lanskap ekonomi secara signifikan di tengah transformasi digital.
Ketua KPPU M Fanshurullah Asa atau yang akrab disapa Ifan menegaskan bahwa tantangan terbesar dalam persaingan usaha saat ini adalah tembok yang tak kasat mata.
“Kekuatan jaringan (network effects), akumulasi data raksasa, dan pengambilan keputusan berbasis algoritma telah menciptakan hambatan yang sulit ditembus oleh pesaing baru, terutama usaha kecil mikro menengah (UMKM),” ujar Ifan dalam siaran persnya, Kamis (11/12/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan Ifan dalam pembukaan The 3rd Jakarta International Competition Forum (3JICF) di Danareksa Tower, Jakarta, Kamis.
Baca juga: KPPU Soroti Tiga Area Risiko Pelanggaran dalam Praktik Usaha
Pada forum bertema "Legal Reform, International Alignment & Enforcement Evolution" itu, KPPU mengangkat tiga pilar strategis untuk menjaga relevansi regulator di tengah gempuran teknologi.
Pertama, reformasi hukum. KPPU menilai, regulasi saat ini tidak lagi memadai untuk menjawab fenomena baru, seperti self-preferencing di platform digital maupun algorithmic tacit collusion yang menuntut pergeseran paradigma.
Pendekatan penanganan kasus dinilai perlu beralih dari reaktif berbasis kasus menjadi berbasis risiko. Kebijakan pemerintah dan undang-undang (UU) persaingan usaha harus mampu mendeteksi potensi monopoli sebelum pasar terdistorsi.
Baca juga: KPPU Dorong Revisi UU Antimonopoli, Waspadai Kolusi Algoritma di Era AI
Kedua, penyelarasan internasional. Dengan karakter pasar digital yang tidak mengenal batas negara, KPPU menekankan pentingnya harmonisasi standar global.
Sebagai negara yang sedang dalam proses aksesi Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan anggota baru Brasil, Rusia, India, China, South Africa (BRICS), Indonesia perlu menyelaraskan standar, mulai dari interoperabilitas sistem hingga rezim notifikasi merger.
Tujuannya agar Indonesia tidak mengulangi eksperimen kebijakan yang mahal, melainkan langsung mengadopsi praktik terbaik global.
Kehadiran pakar global, seperti Andrey Tsyganov (FAS Russia) dan Guru Besar Rhenald Kasali, dalam forum 3JICF turut memperkaya perspektif peserta dalam membedah disrupsi tersebut dan memastikan Indonesia tidak berjalan sendirian dalam peta persaingan global.
Baca juga: Dilarang Masuk RI, Temu Kini Tertekan Persaingan Global, Bagaimana Nasibnya?
Ketiga, evolusi penegakan hukum. Kebijakan tanpa penegakan hukum hanyalah retorika. Memasuki usia ke-25, KPPU berkomitmen mempertajam alat kerjanya.
KPPU menargetkan penguatan instrumen penegakan hukum dengan memanfaatkan forensik digital dan kecerdasan buatan untuk mendeteksi persekongkolan tender dalam pengadaan publik. Hal ini merupakan topik yang menjadi sorotan dalam Buku Putih Peta Jalan Kecerdasan Artificial.
Selain itu, perlindungan UMKM dari kontrak tidak seimbang di ekosistem platform turut menjadi prioritas utama KPPU.
Ifan menegaskan bahwa penegakan hukum harus tajam dan berbasis data untuk menciptakan pasar yang bisa diperebutkan, memacu inovasi, dan membangun ketahanan ekosistem ekonomi.
Baca juga: Menkop Ajak ICMI Perkuat Kopdes sebagai Ekosistem Ekonomi Kerakyatan Baru
Menurutnya, tanpa pasar yang terbuka bagi investasi baru dan minimnya sumbatan pasar, visi Pemerintah Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen akan sulit tercapai.
Melalui 3JICF, KPPU mengajak seluruh pemangku kepentingan, pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan praktisi, untuk menghasilkan catatan kebijakan yang dapat ditindaklanjuti.
“Kita harus memastikan sistem ekonomi Indonesia tetap adil, transparan, dan memberikan kesempatan yang sama bagi setiap pelaku usaha untuk tumbuh,” tegas Ifan.