KOMPAS.com – Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU) M Fanshurullah Asa menyatakan kesiapan untuk membantu Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara ( PGN) dan PT Inti Alasindo Energi (IAE).
Pria yang akrab disapa Ifan itu akan memberikan keterangan dalam kapasitasnya sebagai mantan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi ( BPH Migas) periode 2017–2021.
Ia menegaskan, perkara tersebut tidak berkaitan dengan tugasnya saat ini sebagai Ketua KPPU.
“Saya akan terbuka dan menyampaikan seluruh informasi serta dokumen yang dibutuhkan KPK dalam penyidikannya,” jelas Ifan melalui siaran persnya, Senin (19/5/2025).
Sebelumnya, ia dijadwalkan memberikan keterangan pada 14 Mei 2025. Namun, karena pada waktu yang sama ia harus menghadiri acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bersama Menteri Hukum, maka Ifan mengajukan penjadwalan ulang kepada KPK.
Baca juga: Massa Tuntut Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa, Menteri Hukum: Saya Siap Kawal
Penandatanganan MoU tersebut juga dihadiri oleh Gubernur Bank Indonesia (BI), Menteri Perdagangan (Mendag), Menteri Ekonomi Kreatif (Menkraf), dan Kapolri.
Meski demikian, Ifan mengapresiasi langkah KPK yang menindaklanjuti surat laporan mengenai praktik niaga gas bertingkat yang pernah ia kirimkan kepada Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) pada akhir 2020.
Temuan tersebut merupakan hasil pengawasan BPH Migas terhadap kegiatan usaha IAE dan menjadi salah satu dokumen penting dalam perkara ini.
“Penanganan korupsi ini juga sejalan dengan tugas KPPU dalam mengawasi persaingan usaha yang saya jalankan saat ini,” tegas Ifan.
Dalam kasus tersebut, KPK telah menetapkan dua tersangka, yaitu Iswan Ibrahim (ISW), Komisaris PT IAE periode 2006–2023, dan Danny Praditya (DP), Direktur Komersial PGN periode 2016–2019.
Baca juga: Kerusuhan di Lampung Tengah: Dari Isu Korupsi Bansos Beras hingga Rumah Lurah Dibakar Massa
Dugaan korupsi dalam transaksi gas tersebut ditaksir menimbulkan kerugian negara hingga 15 juta dollar Amerika Serikat (AS).
Sebagai bagian dari proses penyidikan, KPK menjadwalkan pemeriksaan sejumlah saksi, termasuk Ifan, yang menjabat sebagai Kepala BPH Migas pada saat dugaan pelanggaran terjadi.
Lebih lanjut, Ifan mendorong KPK untuk memperluas penyelidikan tidak hanya kepada dua perusahaan tersebut, melainkan juga kepada puluhan badan usaha niaga hilir migas lain yang menerima alokasi gas dari Kementerian ESDM.
Ia menilai, patut diselidiki apakah praktik serupa juga terjadi setelah 2018 oleh pihak-pihak lain.
Ifan juga menegaskan bahwa BPH Migas tidak memiliki kewenangan dalam alokasi gas maupun pengawasan praktik niaga gas bertingkat, sebagaimana diatur dalam Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2016.
Baca juga: Wamen ESDM: Chevron Mungkin Kembali Garap Hulu Migas RI
Menurutnya, tanggung jawab tersebut berada di tangan Direktorat Jenderal (Dirjen) Migas, Kementerian ESDM, dan SKK Migas.
“BPH Migas hanya berwenang melakukan verifikasi volume niaga gas untuk kepentingan perhitungan iuran penerimaan negara bukan pajak (PNBP), sesuai amanat undang-undang dan peraturan pemerintah,” jelas Ifan.
Dalam kapasitasnya sebagai Ketua KPPU, ia juga menyoroti pentingnya kerja sama antara KPPU dan KPK yang telah terjalin sejak 2014.
Baca juga: Dedi Mulyadi Gandeng KPK Awasi Efisiensi Anggaran Jabar Rp 5 T, Pastikan Kebijakan Sesuai Aturan
Ifan menjelaskan bahwa banyak praktik korupsi bermula dari persekongkolan, baik vertikal, horizontal, maupun kombinasi keduanya, yang merupakan objek pengawasan KPPU sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999.
“Untuk itu, penting untuk memperkuat asas resiprokal atau kesetaraan dalam pertukaran data dan informasi antara kedua lembaga. KPPU adalah lembaga independen yang tidak dapat dipengaruhi oleh siapa pun, termasuk pemerintah,” pungkasnya.