Minta Amandemen UU Persaingan Usaha, Ketua KPPU: Kami Khawatir Indonesia Tidak Jadi Negara OECD

Kompas.com - 08/06/2024, 17:09 WIB
I Jalaludin S,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU) menekankan pentingnya amandemen atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 

Oleh karenanya, tepat pada hari jadi ke-24, jajaran KPPU menemui Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg) DPR RI untuk mengusulkan perubahan atas UU Nomor 5/1999 agar dapat segera dibahas. 

Ketua KPPU M Fanshurullah Asa mengatakan, pihaknya mendorong perubahan tersebut menjadi bagian dari inisiatif DPR, sebagaimana sejarah lahirnya UU tersebut pada masa reformasi. 

“Saya khawatir, jika amandemen atas UU Nomor 5/1999 tidak segera dilaksanakan, Indonesia akan gagal menjadi anggota penuh Organisation for Economic Cooperation and Development ( OECD),” ujarnya.

Dia mengatakan itu dalam pertemuan antara KPPU dengan Baleg di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (7/6/2024).

Baca juga: Pembangunan Kereta Bawah Tanah di Bali, KPPU Ingatkan Pj Gubernur Bali untuk Jaga Persaingan Usaha

Pria yang akrab disapa Ifan itu mengatakan, persaingan usaha merupakan salah satu  komite utama di OECD.

“Keanggotaan Indonesia di OECD hanya bisa terjadi jika instrumen hukum di semua komite terpenuhi,” katanya dalam siaran pers.

Untuk diketahui, UU Nomor 5/1999 disahkan pada 5 Maret 1999 dan disusun berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

UU itu juga berasaskan pada demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. 

UU bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum di awal masa reformasi.

Produk hukum itu juga sejalan dengan UU terkait pemilihan umum dan pemberantasan tindak pidana korupsi pada tahun yang sama. 

Baca juga: KPPU Sebut Pembuktian Predatory Pricing Starlink Butuh Proses

Hingga saat ini, baru dilakukan satu kali perubahan atas UU Nomor 5/1999, yakni UU Cipta Kerja yang mengubah besaran denda, mencabut ketentuan pidana, dan memindahkan proses keberatan atas putusan KPPU. 

Perubahan tersebut dinilai belum menyentuh berbagai permasalahan yang ada di UU Nomor 5/1999, seperti ketidakpastian status kelembagaan dan kepegawaian KPPU, pasal yang tumpang tindih, dan lemahnya kewenangan penegakan hukum.

Masalah lain dalam UU tersebut, antara lain sistem notifikasi pascamerger, ketiadaan jangkauan ekstrateritorial dan penerapan keringanan hukuman (leniency), dan lemahnya eksekusi atas Putusan KPPU. 

Berbagai permasalahan tersebut juga sempat diidentifikasi OECD dalam reviu yang dilakukan atas persaingan usaha di Indonesia pada 2012 sehingga dikhawatirkan  dapat menghambat proses aksesi Indonesia ke OECD. 

Upaya perubahan UU

Sebelumnya, KPPU telah mengupayakan berbagai perubahan atas UU Nomor 5/1999.  

Baca juga: Temukan Indikasi Lazada Langgar Persaingan Usaha, KPPU Lakukan Penyelidikan

Saat ini, Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan UU Nomor 5/1999 masih masuk dalam long list Program Legislasi  Nasional (Prolegnas) Tahun 2020-2024 berdasarkan Keputusan DPR Nomor 46/DPR RI/2019-2020 tentang Prolegnas RUU Tahun 2020-2024.

Namun, RUU tersebut tidak pernah menjadi Prolegnas Prioritas. 

Urgensi atas perubahan itu juga terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, khususnya dalam penguatan fondasi transformasi ekonomi berupa kepastian hukum dan penguatan persaingan usaha, termasuk kelembagaan persaingan usaha. 

Berbagai pertemuan mengemuka bahwa perubahan UU melalui Baleg juga dapat dilakukan dengan kumulatif terbuka berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) apabila UU Nomor 5/1999 pernah dilakukan judicial review. 

Sebab, UU tersebut telah dilakukan tiga kali judicial review atas berbagai pasal pada 2016, 2020, dan 2022.

Baca juga: Kejar Target Sejuta Penyuluh Kemitraan UMKM, KPPU Gaet 500 Mahasiswa di Kalbar

Itu berarti, tidak tertutup kemungkinan RUU dapat direvisi sewaktu-waktu melalui mekanisme kumulatif terbuka dengan persetujuan Fraksi di DPR. 

KPPU berharap, pertemuan dengan Baleg dapat membuat proses amandemen UU Nomor 5/1999 menjadi inisiatif DPR sebagaimana lahirnya UU tersebut. 

Ifan mengatakan, UU Nomor 5/1999 awalnya lahir dari inisiatif DPR untuk mewujudkan demokrasi ekonomi di Indonesia.

“Sudah saatnya, UU ini disempurnakan sebagai inisiatif dari wakil rakyat,” jelas Ifan. 

 

Terkini Lainnya
Kasus Dugaan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada Penjualan AC AUX Siap Disidangkan

Kasus Dugaan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada Penjualan AC AUX Siap Disidangkan

KPPU
Atasi Kolusi Algoritma yang Monopoli Pasar Digital, Ketua KPPU Dorong Revisi UU 5/1999 

Atasi Kolusi Algoritma yang Monopoli Pasar Digital, Ketua KPPU Dorong Revisi UU 5/1999 

KPPU
KPPU Gelar Sidang Lanjutan Perkara Suku Bunga Pinjaman Daring

KPPU Gelar Sidang Lanjutan Perkara Suku Bunga Pinjaman Daring

KPPU
PT Bukit Asam Jadi Perusahaan Tambang Pertama dengan Program Kepatuhan Persaingan dari KPPU

PT Bukit Asam Jadi Perusahaan Tambang Pertama dengan Program Kepatuhan Persaingan dari KPPU

KPPU
KPPU Gelar Sidang Perdana Dugaan Persekongkolan Tender Pipa Gas Cisem Tahap II Senilai Rp 2,98 Triliun

KPPU Gelar Sidang Perdana Dugaan Persekongkolan Tender Pipa Gas Cisem Tahap II Senilai Rp 2,98 Triliun

KPPU
KPPU Denda TikTok Rp 15 Miliar karena Telat Laporkan Akuisisi Tokopedia

KPPU Denda TikTok Rp 15 Miliar karena Telat Laporkan Akuisisi Tokopedia

KPPU
KPPU: Pembatasan Impor BBM Non-Subsidi Ganggu Pasokan dan Pilihan Konsumen

KPPU: Pembatasan Impor BBM Non-Subsidi Ganggu Pasokan dan Pilihan Konsumen

KPPU
Para Terlapor Kasus Dugaan Kartel Pinjol Menolak LDP Investigator KPPU

Para Terlapor Kasus Dugaan Kartel Pinjol Menolak LDP Investigator KPPU

KPPU
KPPU Dalami Kelangkaan BBM Non-Subsidi, Jaga Agar Tidak Ada Praktik Monopoli

KPPU Dalami Kelangkaan BBM Non-Subsidi, Jaga Agar Tidak Ada Praktik Monopoli

KPPU
Harga Beras Naik, KPPU Tekankan Peran Bulog Kendalikan Pasar

Harga Beras Naik, KPPU Tekankan Peran Bulog Kendalikan Pasar

KPPU
Sidang Terbesar dalam Sejarah KPPU, 97 Perusahaan Pinjol Jadi Terlapor Dugaan Kartel

Sidang Terbesar dalam Sejarah KPPU, 97 Perusahaan Pinjol Jadi Terlapor Dugaan Kartel

KPPU
Terbesar dalam Sejarah Persaingan Usaha, KPPU Denda Sany Group Rp 449 Miliar

Terbesar dalam Sejarah Persaingan Usaha, KPPU Denda Sany Group Rp 449 Miliar

KPPU
KPPU Jalankan Program Kepatuhan, Petronas Jadi Perusahaan Migas Pertama yang Bergabung

KPPU Jalankan Program Kepatuhan, Petronas Jadi Perusahaan Migas Pertama yang Bergabung

KPPU
KPPU Jatuhkan Putusan atas Persekongkolan Tender Jembatan Rp 54 Miliar di Riau

KPPU Jatuhkan Putusan atas Persekongkolan Tender Jembatan Rp 54 Miliar di Riau

KPPU
KPPU Siapkan Rekomendasi untuk Perbaiki Program Makan Bergizi Gratis

KPPU Siapkan Rekomendasi untuk Perbaiki Program Makan Bergizi Gratis

KPPU
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com