KOMPAS.com - Kalimantan Utara (Kaltara) menjadi salah satu fokus utama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove ( BRGM) dalam upaya rehabilitasi mangrove.
Provinsi ujung utara Indonesia itu memiliki luas ekosistem mangrove yang cukup signifikan, yakni mencapai 178.161 hektar (ha) dengan potensi pengembangan hingga 122.049 ha.
Hutan mangrove di Kaltara berperan penting sebagai habitat bagi berbagai biota laut, pelindung garis pantai dari abrasi, serta penyimpan karbon yang sangat efektif.
Untuk mendukung pemulihan ekosistem mangrove, kolaborasi antarlembaga dari tingkat pusat hingga daerah diperlukan agar rehabilitasi berjalan berkelanjutan dan optimal.
Selain itu, seiring waktu, sebagian besar hutan mangrove di Kaltara dialihfungsikan menjadi tambak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat pesisir.
Praktik itu dimulai dari upaya masyarakat untuk memanfaatkan potensi ekonomi yang lebih menjanjikan dari tambak, meskipun metode budidaya yang dilakukan masih tergolong tradisional.
Baca juga: Sinergi Antarsektor, BRGM Gelar Sosialisasi Perencanaan dan Perlindungan Mangrove di Deli Serdang
Penasehat Senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Bidang Kebijakan dan Pengendalian Implementasi Kebijakan Pengendalian Iklim Agus Pambagio mengatakan, pihaknya terus berupaya mendukung kesejahteraan rakyat.
“ Kementerian LHK, BRGM, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP) membuat kebijakan bersama untuk kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya dalam siaran pers, Rabu (18/9/2024).
Dia mengatakan itu dalam acara diskusi yang digelar BRGM dan pemantauan proses rehabilitasi mangrove yang melibatkan masyarakat di Desa Salimbatu, Kecamatan Tanjung Palas Tengah, Bulungan, Kaltara beberapa waktu lalu.
Agus mengatakan, aturan tersebut akan menyesuaikan ketika dampak dari kebijakan untuk masyarakat membaik sehingga bukan masyarakat yang mengikuti kebijakan.
“Kebijakan muncul dengan peraturan, jadi peraturannya dibuat terbukti meningkatkan kesejahteraan masyarakat," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BRGM Hartono mengatakan, rehabilitasi mangrove di pertambakan memiliki dua fungsi utama.
Pertama, untuk menambah tutupan mangrove yang telah terbuka dan berfungsi.
Kedua, menghindari pembukaan tambak-tambak baru karena mangrove yang ditumbuhkan mampu memenuhi kebutuhan keberlanjutan tambak yang sudah ada.
“Kami berharap, sinergitas antarlembaga dapat terwujud agar rehabilitasi mangrove serta budidaya menggunakan silvofishery dapat berjalan secara berkelanjutan,” ujarnya.
Adapun BRGM berupaya mempertahankan habitat mangrove melalui berbagai upaya, yaitu memperkuat regulasi perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove, dan optimalisasi pengelolaan hutan untuk menjamin keberlangsungan mangrove di dalam kawasan hutan.
Selain itu, pembangunan infrastruktur rehabilitasi mangrove, pembangunan hidrologi serta Penguatan kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat, melalui Desa Mandiri Peduli Mangrove dan Sekolah Lapang Masyarakat Mangrove telah dilakukan.
Peran dari pakar perguruan tinggi juga penting, terlebih dalam menerapkan ilmu untuk keberlangsungan ekosistem mangrove dan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Kemudian, kebijakan bisa segera dikerjakan dan diolah bersama agar masyarakat menerima dampak dari ekosistem mangrove dan penghasilannya bertambah.
Baca juga: BRGM: Restorasi Permanen Jadi Solusi Pemulihan Ekosistem Gambut Berkelanjutan
Pada kesempatan itu, BRGM juga mengajak penasehat Menteri LHK, Kementerian KP, dan pakar dari Universitas Borneo Tarakan.