KOMPAS.com – Ketua Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit II Sorong, Papua Barat Ina Roselina Sikirit mengatakan, program rehabilitasi mangrove bisa membantu perekonomian warga. Hal ini pun sejalan dengan tujuan pemulihan ekonomi nasional (PEN) di masa pandemi.
“Kami bersinergi tanam mangrove, bikin keramba atau tambak. Kepiting di sini banyak, jadi berkelanjutan karena dari akar mangrove, ada kepiting yang makan dan beranak di situ,” ujar Ina Roselina Sikirit dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (5/10/2021).
Ina menjelaskan, mangrove bisa dijadikan lokasi wisata yang juga diharapkan akan menambah potensi ekonomi lainnya, seperti penjualan oleh-oleh kepiting bakau.
Perlu diketahui, Indonesia memiliki hutan mangrove seluas 3,36 juta hektar (ha) dan menjadi salah satu yang terluas di dunia.
Sekitar 1,5 juta ha sebaran mangrove Indonesia berada di Papua dan Papua Barat. Sayangnya, enam persen di antaranya mengalami kerusakan.
Baca juga: Sejumlah Upaya BRGM untuk Restorasi Gambut dan Mangrove di Indonesia
“Lewat rehabilitasi mangrove, mereka tidak perlu lagi menggali batu karena sudah ada sumber penghasilan tambahan,” imbuh Ina.
Sekretaris Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menambahkan, adanya sumber penghasilan tambahan tersebut merupakan tujuan jangka panjang program rehabilitasi mangrove.
Pasalnya, pulihnya ekosistem mangrove bisa memberikan manfaat yang luar biasa bagi kehidupan, seperti melindungi pantai dari abrasi, menghambat intrusi air laut, meningkatkan produksi hasil laut, serta dapat menjadi destinasi ekowisata.
Ayu berharap, bibit mangrove yang telah ditanam ini dapat dijaga masyarakat dan tumbuh 100 persen.
“Jadi nanti jangan gali batu lagi yah, percayalah jika mangrove ini bisa dijaga, nanti biota laut akan lebih banyak dan bisa meningkatkan pendapatan warga,” pesannya.
Baca juga: BRGM Targetkan 1,2 Juta Hektare Lahan Gambut Direstorasi pada 2021-2024
Selain itu, program rehabilitasi mangrove merupakan bagian dari upaya pemerintah Indonesia untuk mitigasi perubahan iklim global.
“Seperti yang disampaikan presiden, rehabilitasi mangrove untuk mengantisipasi perubahan iklim yang sedang terjadi di dunia,” tukas Ayu.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Hutan Klamana, Demianus Werbete menjelaskan, kerusakan mangrove di Sorong salah satunya dipicu pengambilan batu karang sebagai mata pencaharian masyarakat.
“Masyarakat sementara ini kan mata pencahariannya di sini mengambil batu karang. Mereka tahu sebenarnya itu merusak alam, namun ini kan masalah perut, jadi mereka mau tidak mau ya ambil batu karang akhirnya,” jelasnya.
Seperti diketahui, dampak eksploitasi batu karang bisa menyebabkan gelombang atau ombak yang menuju daratan atau pantai menjadi besar.
Baca juga: BRGM Nyatakan Masyarakat Jadi Ujung Tombak Keberhasilan Rehabilitasi Mangrove
Akibatnya, ekosistem laut rusak dan hewan laut pun akan stres sehingga bermigrasi ke tempat lain. Oleh karena itu, rehabilitasi mangrove menjadi salah satu cara mengatasinya.
Di Kelurahan Klamana, tutur Werbete, telah ada bantuan pemerintah untuk melestarikan ekosistem mangrove, salah satunya dari BRGM.
Program rehabilitasi mangrove yang dijalankan BRGM adalah penanaman bibit mangrove dengan melibatkan masyarakat secara langsung.
Demianus mengatakan, warga yang terlibat dalam program BRGM sebanyak 40 orang. Mereka menanam di kawasan mangrove seluas 50 ha.
“Terima kasih pemerintah atas bantuannya. Sudah ubah mindset warga, karena mangrove bisa menjadi sumber penghasilan tambahan dan meningkatkan perekonomian mereka,” lanjutnya.
Baca juga: Jokowi Targetkan Penanaman Mangrove 600.000 Hektar hingga 2024