KOMPAS.com - Sebagian besar kemunculan api disebabkan oleh tindakan manusia. Karena itu, Badan Restorasi Gambut (BRG) mengembangkan metode yang dapat mendeteksi dan memprediksi kemungkinan terjadinya pembakaran lahan dalam pembukaan lahan.
Metode indikasi itu terdiri dari analisis tingkat kerentanan lahan gambut terhadap kebakaran yang dilakukan dengan memantau kekeringan lahan, tinggi muka air, prediksi curah hujan serta indikasi pembukaan dan pengeringan gambut.
Kepala BRG Nazir Foead mengatakan, peluncuran metode berbasis teknologi itu merupakan bagian dari komitmen BRG untuk menyediakan sistem informasi tepat guna. Teknologi ini menjadi salah satu kontribusi BRG terhadap solusi permanen pencegahan kebakaran gambut.
“Kebijakan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut sejak ditetapkan oleh Presiden melalui PP, Perpres, Inpres, serta Peraturan Menteri akan terus secara konsisten dijalankan,” kata Nazir dalam rilis yang diterima Kompas.com, Sabtu (24/10/2020).
Baca juga: Semakin Terancam, Ini 3 Poin Perlindungan Lahan Gambut di Indonesia
Selain itu, langkah tersebut pun sejalan dengan pesan Presiden Joko Widodo dalam Dies Natalis Fakultas Kehutanan (Fahutan) Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (23/10/2020).
“Presiden Jokowi berpesan bahwa pemanfaatan teknologi digital perlu terus dikembangkan, termasuk dalam pengelolaan hutan atau yang disebut sebagai precision forestry,” imbuhnya.
Berdasarkan data pada 2019, sebanyak 75 persen pembukaan lahan gambut yang terdeteksi di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah akan diikuti dengan tindakan pembakaran.
Baca juga: Lestarikan Gambut, Manfaatnya bagi Manusia Begitu Luar Biasa
Temuan lain menunjukkan bahwa jeda waktu sejak pembukaan lahan hingga kebakaran berkisar dari dua hingga enam minggu. Ini artinya, pemerintah maupun masyarakat memiliki waktu dengan durasi serupa untuk melakukan upaya persuasif dan patroli agar lahan tersebut tidak dibakar.
“Dengan demikian, tindakan pembersihan lahan melalui pembakaran bisa dihentikan. Tentunya pemerintah akan terus memberikan bantuan pembersihan lahan tanpa bakar kepada petani setempat,” jelasnya Nazir.
Sejak awal 2020, tepatnya Februari, Juni, dan Oktober, BRG melalui metode deteksi tersebut sudah tiga kali menyampaikan informasi indikasi pembukaan gambut dengan pembakaran lahan kepada aparat berwenang, seperti pemerintah daerah, Satuan Tugas (Satgas) Gabungan, dan BKSDA. Langkah ini dilakukan sebagai upaya pencegahan kebakaran hutan.
“Apresiasi kepada pihak berwenang, umumnya tindakan pembukaan lahan tersebut dapat cepat tertangani dan tidak meluas,” ujar Nazir.
Baca juga: Kondisi Lahan Gambut di Tapin Kalsel Sudah Terdegradasi, Jadi Target Restorasi BRG
Nazir berharap, upaya analisis pembukaan gambut dapat memperkaya parameter sistem peringatan dini dan meningkatkan akurasi indikasi akan terjadinya kebakaran gambut. BRG juga berharap metode ini akan menjadi acuan bagi pemerintah daerah dan pihak terkait melakukan upaya pengecekan lapangan.
“Dengan adanya sinergi yang kuat, pencegahan kebakaran gambut dapat menjadi lebih sistematis, cepat dan efektif,” jelasnya.