KOMPAS.com - Deputi Bidang Penyelenggaraan Pengembangan Kompetensi Basseng mengatakan, upaya perwujudan pertumbuhan ekonomi hijau di kalangan birokrasi relatif berjalan lambat.
Pasalnya meski sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, para Aparatur Sipil Negara ( ASN) belum memahami konsep tersebut.
Padahal ASN sebagai pemangku kebijakan merupakan aktor penting dalam konsep pembangunan nasional.
"Namun mereka belum memiliki pengetahuan terkait pertumbuhan ekonomi hijau sehingga banyak kegiatan pembangunan yang tidak memperhatikan dampak lingkungan dan sosial,” kata Basseng, seperti dalam keterangan tertulisnya.
Hal itu dikatakan Basseng, saat mengikuti Knowledge Sharing Lembaga Administrasi Negara (LAN) dengan Global Green Growth Institute, melalui video conference, Jumat (5/6/2020).
Baca juga: Laboratorium Inovasi, Terobosan LAN Dorong Reformasi Birokrasi di Daerah
Untuk diketahui, konsep ekonomi hijau merupakan paradigma ekonomi baru yang meminimalkan faktor kerusakan lingkungan, dan dinilai dapat menekan emisi karbon dalam proses pembangunan.
Dibanding dengan penerapan ekonomi biasa yang menghasilkan emisi karbon kumulatif sebesar 2.484 juta Total Karbon Dioksida (TCO2) dalam kurun waktu 2015 hingga 2030, pertumbuhan ekonomi hijau mampu menekan emisi karbon hingga 689 juta TCO2.
Maka dari itu, menurut Basseng, konsep pertumbuhan ekonomi hijau perlu dimasukkan dalam penyelenggaraan pelatihan teknis ASN.
Senada dengan Basseng, Indonesia Representative GGGI Marcel Silvius mengatakan, peran aktif ASN sebagai pemangku kebijakan diperlukan dalam pelaksanaan ekonomi hijau.
Baca juga: Pandemi Covid-19, LAN Gunakan Metode Distance Learning untuk Tingkatkan Profesionalitas Birokrasi
“Saya harap, LAN sebagai instansi pembina pelatihan ASN dapat memasukkan pengetahuan atau modul-modul tentang konsep ekonomi hijau pada setiap pelatihan,” kata Marcel.
Marcel menambahkan, beberapa hal positif yang dapat dilakukan Indonesia antara lain membangun eco-tourism, menjaga adat istiadat beserta kekayaan alamnya, menggunakan sumber daya energi yang dapat diperbaharui, hingga tata kota yang ramah lingkungan.