KOMPAS.com – Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Adi Suryanto mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai kajian untuk mempercepat reformasi birokrasi berkelas dunia.
Menurutnya, salah satu syarat utamanya adalah birokrasi yang ramping dan agile (gesit), serta berkinerja tinggi.
"Penyederhanaan eselonisasi ini merupakan salah satu cara untuk mewujudkan birokrasi yang gesit tersebut,” kata Adi seperti keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (13/12/2019).
Adapun, beberapa instansi pemerintah melakukan penyederhanaan jabatan administrator (Eselon III) dan jabatan pengawas (Eselon IV).
Untuk itu, lanjutnya, harus segera dilakukan adjustment terhadap pola dan metode pengembangan kapasitas dan kompetensi Aparatur Sipil Negara ( ASN).
Baca juga: Soal Pangkas Birokrasi, Menpan RB: Yang Penting Eselon IV dan V Harus Habis
Sebab, Adi menyebut kemungkinan akan terjadi kesenjangan kompetensi sangat besar, dan hal ini bisa berdampak pada menurunnya kinerja birokrasi kita.
Sebagai gambaran, untuk ASN pejabat struktural, maka titik berat pengembangan kapasitasnya ada pada peningkatan kompetensi kepemimpinan (leadership training) dan manajerial (managerial training).
Sementara itu, untuk jabatan fungsional, fokus utamanya adalah pada kompetensi teknis berupa keterampilan dan keahlian tertentu.
“Transformasi dari jabatan struktural ke jabatan fungsional perlu diikuti dengan penyesuaian pola dan metode pengembangan kompetensinya,” ungkap Adi.
Dia mencontohkan, akan ada masalah ketika seseorang yang tadinya fokus pada aspek manajerial tiba-tiba beralih menjadi jabatan fungsional widyaiswara atau dosen yang harus memiliki keahlian teknis mengajar.
Baca juga: Menurut Mahfud, Kunci Pemberantasan Korupsi adalah Penyederhanaan Birokrasi
“Sedangkan, yang bersangkutan tidak pernah mengajar sebelumnya. Hal ini akan memberikan tekanan hebat bagi ASN tersebut, yang muaranya bisa menyebabkan kemunduran kinerjanya,” tambahnya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Adi mengatakan saat ini LAN sedang menggodok cara cepat dan efektif untuk mengatasi kesenjangan kompetensi tersebut.
“Perlu revolusi dalam pengembangan kapasitas ASN. Migrasi besar-besaran ini harus segera diantisipasi,” tegasnya.
Menurutnya, cara-cara lama melalui pendidikan dan pelatihan konvensional disadari tidak akan mampu mengatasi masalah-masalah yang mungkin timbul.
Hanya mengandalkan pelatihan-pelatihan ASN yang selama ini sudah ada pun, lanjutnya, tidak mungkin.
Baca juga: Menurut LAN, Ini Kriteria Kabinet Gesit dan Lincah untuk Jokowi
“Anggaran pemerintah jelas terbatas untuk mendukung perubahan revolusioner ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, Adi mengatakan, langkah awal untuk mengatasi kesenjangan kompetensi akibat perubahan tersebut adalah dengan mengidentifikasi dan memetakan standar kompetensi setiap fabatan fungsional.
Hal ini, tambahnya, penting dilakukan agar proses migrasi dapat dilakukan secara lebih halus.
Selain itu standar kompetensi yang jelas akan membantu ASN membandingkan dan mengukur kompetensi teknis yang dimilikinya dengan standard yang dipersyaratkan oleh jabatan fungsional.
Dengan begitu, ASN akan mudah menentukan pilihan jenis jabatan fungsional yang sesuai dengan kompetensi teknis yang dimilikinya.
Kesesuaian itu diharapkan akan mengurangi kesulitan dan masalah yang timbul dalam jabatan baru.
Hingga, ASN pun akan mudah beradaptasi dan tetap bekerja secara optimal.
Baca juga: 4 Fakta soal Rencana Jokowi Terkait Penyederhanaan Birokrasi
Selain penyesuaian kompetensi, ada juga proses coaching dan mentoring dari pembina kepegawaian masing-masing instansi.
Para pimpinan, terutama atasan langsung ASN, harus turun tangan dan terlibat secara aktif menangani proses adaptasi dalam jabatan baru.
Bimbingan dan pendampingan ini mutlak diperlukan karena potensi terjadinya gegar budaya dan gegar mentalitas disadari sangat tinggi.
Selain itu, pengangkatan ASN dalam jabatan fungsional melalui jalur inpassing (penyesuaian) tidak mengenal adanya pelatihan sebelum proses perpindahan dilakukan.
Oleh sebab itu, kepemimpinan (leadership) sangat diperlukan dan sangat menentukan keberhasilan program ini.
Lebih lanjut, Adi juga menyoroti perlunya percepatan metode dan instrumentasi pembelajaran dan pelatihan ASN.
Baca juga: ICW: Reformasi Birokrasi Upaya Jokowi dalam Isu Pemberantasan Korupsi
Menurutnya, pembelajaran klasik bukan pilihan yang tepat dan harus dibatasi.
“Berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah, untuk mendiklatkan pejabat administrator (Eselon III) dan pejabat pengawas (Eselon 4) yang beralih menjadi pejabat fungsional?,” ujarnya.
Cara seperti ini, menurutnya, harus diganti dengan metode baru yang mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi, seperti e-learning dan blended learning.
Ada pula metode baru lain seperti magang, benchmark, forum diskusi, sharing knowledge, coaching dan mentoring dari pejabat fungsional yang lebih senior, serta penggunaan teknologi informasi.
“Di sinilah dituntut peran dari instansi pembina jabatan fungsional untuk menyiapkan konten-konten pembelajaran yang menarik dan mudah dipahami,” kata Adi.
Baca juga: Soal ASN Kerja di Rumah, Kemenpan RB Tunggu Kajian Bappenas
Dengan penggunaan teknologi yang tepat, tambahnya, maka transfer pengetahuan dapat dilakukan dengan lebih masif, cepat, efektif dan efisien.