KOMPAS.com – Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAKIAI) mengesahkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 74 sebagai standar akuntansi baru dalam mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan kontrak asuransi.
Dengan Standar tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan relevansi informasi keuangan bagi pengguna laporan keuangan industri asuransi.
Menanggapi hal tersebut, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan bersama institusi terkait, akademisi, praktisi, dan pengamat akuntansi menggelar kegiatan diskusi panel PSAK 74 untuk jaminan sosial di Yogyakarta, Jumat (16/6/2023).
Direktur Keuangan BPJS Ketenagakerjaan Asep Rahmat Suwandha mengatakan, standar akuntansi tersebut bertujuan meningkatkan kualitas informasi laporan keuangan perusahaan asuransi, khususnya yang berorientasi profit.
"Pada prinsipnya dalam penyusunan laporan keuangan kami patuh dan mengikuti standar akuntansi keuangan yang berlaku, termasuk dengan terbitnya PSAK baru mengenai kontrak asuransi,” ujarnya dalam siaran pers, Sabtu (17/6/2023).
Baca juga: BPJS Kesehatan Gandeng Mandiri Inhealth untuk Tingkatkan Kualitas dan Mutu Layanan Program JKN
Asep mengatakan, saat ini BPJS Ketenagakerjaan telah mengkaji dan mendiskusikan berbagai aspek terkait penerapan standar tersebut bersama akademisi dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Padjadjaran (Unpad), dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
BPJS Ketenagakerjaan juga berdiskusi dengan pemerintah sebagai regulator, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sebagai pengawas, serta Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Asep juga mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan infrastruktur penerapan dan simulasi terhadap standar akuntansi tersebut.
Namun, pihaknya menemukan beberapa kondisi yang membutuhkan penyesuaian regulasi akibat perbedaan karakteristik mendasar antara jaminan sosial dan asuransi komersial atau swasta.
"PSAK 74 ini memang berfokus pada industri asuransi komersial yang berorientasi profit, sedangkan program jaminan sosial sendiri bersifat nirlaba,” ungkapnya.
Setelah melakukan kajian dan analisis penerapan, kata Asep, pihanya menemukan beberapa ketentuan dalam PSAK 74 yang perlu disesuaikan agar relevan dengan karakteristik jaminan sosial, seperti batasan kontrak asuransi untuk jaminan sosial.
Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan Mahlil Ruby menambahkan, BPJS Kesehatan serupa dengan BPJS Ketenagakerjaan, yakni telah menyiapkan infrastruktur penerapan PSAK 74 yang mencakup kompetensi sumber daya manusia (SDM), kebijakan akuntansi dan aktuaria, serta sistem informasi.
"Concern sudah saya sampaikan tadi, mulai concern dari regulasi, concern nature-nya, prosesnya, kemudian juga aspek SDM-nya. Satu lagi bagi kami adalah concern timeline-nya,” ungkapnya.
Mahlil mengatakan, pertanyaan yang mungkin dibahas dalam forum diskusi nanti adalah apakah pihaknya akan tetap menerapkan PSAK yang baru pada 2025?
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan Bayarkan Santunan Senilai Rp 3 Miliar untuk Petugas Regsosek
“Apakah akan tetap pada 2025 atau kita akan sedikit mundur, karena kalau kita ngikutin di Australia kan juga dia mundur 2026," terangnya.
Sementara itu, Anggota DJSN Iene Muliati menegaskan, terdapat perbedaan yang esensial antara perusahaan asuransi komersial dengan BPJS atau jaminan sosial. Oleh karenanya, PSAK 74 memerlukan pengaturan khusus untuk jaminan sosial.
"BPJS ini kan sifatnya nirlaba, kemudian guarantornya adalah negara atau pemerintah. Ini berbeda dengan perusahaan asuransi komersial. Mereka kan bisa dibangkrutkan. BPJS itu tidak bisa dibangkrutkan dan sampai kapan pun program jaminan sosial itu akan selalu ada," jelasnya.
Iene menyebutkan, marwah PSAK bertujuan untuk hal yang baik karena aturan tersebut akan mendorong perusahaan asuransi untuk menerapkan tata kelola yang baik, transparansi, dan kepatuhan.
"Sebetulnya sudah dilakukan BPJS, malah pengawasan BPJS itu ada tiga lapis, yaitu DJSN, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bahkan kalau ada investigasi lebih lanjut ada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), selain tentu saja publik," ucapnya.
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan Rilis Tabel Mortalitas Baru
Iene mengatakan, pembahasan lanjutan juga perlu dilakukan bersama IAI, kemudian Persatuan Aktuaris Indonesia. Menurutnya, aktuaris-aktuaris lah yang nantinya akan menghitung liabilitas.
"Jadi ini bukan proses yang baru juga karena dulu waktu keluar PSAK 24 kami melalui proses yang sama. Mudah-mudahan kami bisa sampai di posisi tersebut sehingga menghasilkan PSAK 74 yang bisa applicable juga untuk jaminan sosial," tuturnya.
Turut hadir pada kegiatan tersebut Anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Kushari Suprianto dan M Iman NHB Pinuji, Guru Besar UGM Mahfud Sholihin, perwakilan dari OJK, serta para praktisi akuntansi dan keuangan nasional.