KOMPAS.com - Setiap 26 September, masyarakat dunia memperingati Hari Kontrasepsi Sedunia ( World Contraception Day/WCD), sebuah momentum global untuk menggarisbawahi pentingnya perencanaan kehamilan.
Di Indonesia, peringatan ini semakin relevan, mengingat program kontrasepsi dinilai sebagai fondasi utama menuju cita-cita Indonesia Emas 2045.
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Mendukbangga/ BKKBN) Wihaji mengatakan, WCD merupakan momentum global untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Menurutnya, WCD membantu menyuarakan tentang pentingnya perencanaan kehamilan dan penggunaan kontrasepsi yang aman, efektif, dan sesuai kebutuhan.
"Peringatan ini mengingatkan kita bahwa kontrasepsi bukan hanya soal alat, tetapi juga bagian dari hak asasi manusia, yaitu hak untuk menentukan kapan dan berapa banyak anak yang ingin dimiliki," jelas Wihaji dalam siaran persnya, Rabu (1/10/2025).
Baca juga: Indonesia Krisis Anggaran Kontrasepsi, Cuma Cukup Sampai September 2025
Dia mengatakan itu dalam dialog di salah satu media nasional, Jumat (26/9/2025).
Wihaji menegaskan, keluarga merupakan titik awal dalam menuju Indonesia Emas 2045, bukan hanya untuk sektor pembangunan, tetapi juga siklus kehidupan.
Sebab, keluarga merupakan unit terkecil paling strategis dalam membentuk manusia Indonesia.
"Kalau setiap keluarga berkualitas, maka akan lahir generasi yang sehat, cerdas, dan produktif. Oleh karena itu, keluarga merupakan fondasi utama untuk menuju Indonesia Emas 2045," jelas Wihaji.
Adapun Wihaji turut mengarahkan seluruh program yang diampu kementeriannya untuk mendukung Asta Cita Presiden Prabowo. Salah satu program Kemendukbangga/BKKBN adalah Keluarga Berencana (KB).
Baca juga: Apa Itu Vasektomi? Ini Fakta dan Prosedur Kontrasepsi Pria
Apakah semua pasangan wajib menggunakan kontrasepsi? Sejak awal lembaga BKKBN dibentuk pada 1970, KB bukan kewajiban, tetapi masyarakat sasaran diberi hak dan akses untuk memilih.
Oleh karenanya, kontrasepsi bisa dipandang sebagai payung utama dalam program Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Pada 1990-an, BKKBN sempat meluncurkan cafetaria jenis alat dan obat kontrasepsi yang modern aman, efektif, dan bisa disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasangan.
Melalui strategi pemasaran sosial dan penggerakkan di lapangan, branding Lingkaran Biru (Libi) KB diluncurkan dengan lima pilihan jenis kontrasepsi kala itu.
Baca juga: Komnas Perempuan: Negara Wajib Berikan Kontrasepsi Darurat untuk Korban Perkosaan
Tidak berpuas dengan program itu, BKKBN turut meluncurkan Lingkaran Emas (Limas) dengan pilihan kontrasepsi sebanyak tujuh jenis.
Adapun Libi dikampanyekan untuk pelayanan jalur pemerintah alias gratis, sedangkan Limas disediakan melalui layanan mandiri.
"Kami dorong masyarakat membuat pilihan yang sadar dan tepat," ujar Wihaji.
Dia menyebutkan, pilihan yang sadar dan tepat berarti pasangan telah berkonsultasi dengan tenaga kesehatan, seperti dokter dan bidan, hingga para penyuluh KB sebelum menjatuhkan pilihan.
Pasalnya, kontrasepsi bukan sekadar alat atau obat untuk menunda kehamilan, tetapi wujud pilihan sadar dari pasangan untuk merencanakan keluarga mereka.
Baca juga: Young Health Summit 2025, BKKBN Tekankan Pentingnya Remaja Sehat Mental dan Fisik
Kontrasepsi juga menyangkut kesehatan ibu, kesiapan ekonomi, dan masa depan anak. Kontrasepsi pun berkaitan dengan hak dan tanggung jawab yang sangat penting bagi setiap pasangan.
BKKBN memandang kontrasepsi sangat berkaitan dengan kehamilan yang terencana dan generasi emas 2045. Bagaimana korelasinya?
Kehamilan terencana adalah kehamilan yang dipersiapkan pasangan setelah mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kesehatan, mental, hingga finansial.
Dengan begitu, pasangan itu akan menghasilkan keluarga yang berkualitas serta jumlah anak yang ideal. Pada gilirannya, anak-anak itu akan tumbuh sesuai potensinya dan keberadaannya tidak dianggap sebagai beban keluarga.
Baca juga: Mendagri Dukung Penuh Peran Kemendukbangga/BKKBN Jaga Stabilitas Jumlah Penduduk
Oleh karenanya, calon orangtua harus mempersiapkan segala aspek agar sang buah hatinya memiliki peluang tumbuh sehat, mendapat gizi cukup, pendidikan layak. Alur inilah awal dari generasi emas.
Sebaliknya, kehamilan yang tidak direncanakan bisa berdampak pada kesehatan ibu dan anak.
Bahkan, selain tumbuh kembang yang terganggu, tidak jarang kehadiran anak dianggap sebagai beban ekonomi keluarga.
“Maka dari itu, perlu dipahami bahwa anak adalah amanah, bukan kejutan. Mari, sambut buah hati di waktu terbaik," ujar Wihaji.
Salah satu isu dalam narasi perencanaan keluarga adalah childfree yang sering menjadi bahan pembicaraan di media sosial. Terlebih, banyak perempuan, terutama generasi muda, memilih childfree.
Terkait hal itu, Wihaji melihatnya sebagai peningkatan kesadaran perempuan atas pilihan hidup dan menghormati hak tersebut.
“Namun, keputusan itu hendaknya diperoleh berdasarkan informasi yang benar, refleksi mendalam, dan pemahaman atas dampaknya, baik bagi individu maupun masyarakat,” katanya.
Menurut Wihaji, perencanaan anak perlu ditekankan bukan menjadi urusan perempuan saja. Sebaliknya, laki-laki juga harus berperan serta dalam perencanaan keluarga yang berkualitas.
Dukungan emosional, fisik, dan finansial dari suami sangat memengaruhi kesiapan dan kesejahteraan keluarga.
Terkait hal itu, Kemendukbangga/BKKBN memiliki quick win, yakni Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI).
Baca juga: Childfree Bukan Tren Semata: BKKBN Sebut Faktor Ekonomi, KDRT dan Trauma Jadi Pemicu Utama
“Di sini, ayah harus hadir, mendampingi anak, dan menjadi teladan agar fenomena fatherless (ketidakhadiran sosok ayah) teratasi,” kata Wihaji.
Di sisi lain, dia menilai, fenomena childfree belum menjadi ancaman menuju target Indonesia Emas 2045.
"Saya tidak menyebutnya ancaman, tetapi tantangan. Sebab, visi Indonesia Emas 2045 sangat bergantung pada kualitas dan kuantitas generasi penerus,” imbuh Wihaji.
Menurutnya, jika banyak pasangan memilih tidak memiliki anak, hal ini akan berdampak pada struktur demografi di masa depan.
Oleh karena itu, Wihaji mengedepankan edukasi bahwa membangun keluarga dengan perencanaan yang matang adalah kontribusi besar terhadap bangsa.
Baca juga: Fenomena Childfree, Ini 5 Cara Bijak Menyikapinya Menurut Psikolog
Sebelum menjadi orang dewasa yang matang dan memutuskan memiliki anak, tahap pengenalan pentingnya keluarga berencana dimulai dari remaja.
“Remaja perlu paham kesehatan reproduksi sejak dini. Tentu saja ini bukan untuk promosi seks bebas,” kata Wihaji.
Dia menegaskan, makna kesehatan reproduksi bagi remaja adalah kesehatan fisik, mental, dan sosial yang terkait dengan sistem, fungsi, dan reproduksi.
Dengan mengetahui hal tersebut, remaja diharapkan bertanggung jawab serta terhindar dari pernikahan anak, kehamilan tidak diinginkan, dan putus sekolah.
Hal itu penting mengingat remaja adalah generasi masa depan yang diharapkan menjadi gambaran mayoritas remaja Indonesia dewasa ini.
Baca juga: Penyebab 20,9 Persen Remaja Indonesia Alami Fatherless? Ini Kata BKKBN
Untuk membantu remaja memahami kesehatan reproduksi, pemerintah memiliki wadah bernama Generasi Berencana ( GenRe).
GenRe adalah satu entitas yang menyiapkan remaja dan pemuda untuk memiliki perencanaan kehidupan keluarga yang berkualitas, serta membentuk generasi yang sehat, berdaya, dan siap menghadapi masa depan Indonesia Emas 2045.
Wihaji mengatakan, masih banyak masyarakat yang menganggap edukasi tentang kesehatan reproduksi kepada remaja adalah hal yang tabu dilakukan.
Oleh karenanya, hal itu harus diubah karena pendidikan kesehatan reproduksi yang tepat tidak merusak, tetapi melindungi.
"Kita harus jadi orang dewasa yang membimbing, bukan menghakimi," ujar Wihaji.
Baca juga: Stunting Masih Tinggi, BKKBN Dorong Penguatan Program Pencegahan
Pada kesempatan itu, Wihaji menegaskan bahwa WCD merupakan momentum untuk menegaskan bahwa perencanaan keluarga bukan hanya urusan perempuan, tetapi keputusan bersama.
Satu langkah hari ini, dengan memilih kontrasepsi dan merencanakan kehamilan, akan berdampak besar pada 2045.
Adapun puncak peringatan WCD 2025 di Indonesia dipusatkan di Kota Metro Lampung dan berlangsung pada Kamis (25/9/2025).
Mengusung tema “ Keluarga Berkualitas untuk Indonesia Emas 2045: Kehamilan Terencana, Keluarga Sejahtera”, WCD 2025 tidak sembarang dihadirkan ke tengah publik.
Ada makna dibalik narasi tema yang panjang itu. Wihaji menyebutkan, tema itu bermakna strategis karena kontrasepsi adalah bagian penting dari proses membangun keluarga berkualitas.
Baca juga: Peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia, Layanan KB Tembus 1,8 Juta Akseptor
Kehamilan yang direncanakan bukan hanya berdampak pada kesehatan ibu dan anak, tetapi juga pada kesejahteraan ekonomi keluarga, kesiapan mental, dan kualitas pengasuhan.
“Jika ingin Indonesia benar-benar mencapai cita-cita besar pada 2045, maka semuanya harus dimulai dari keluarga. Keluarga yang sadar dan siap menyambut anak-anaknya. Bukan karena kejutan, tapi karena perencanaan yang matang,” tegas Wihaji.
Maka dari itu, dia menegaskan kontrasepsi bukanlah pembatas, tetapi justru kunci masa depan.