KOMPAS.com – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN), Wihaji, mengunjungi Desa Suter, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, Sabtu (21/12/2024).
Kunjungan tersebut dilakukan untuk memonitor dan mengecek langsung kondisi Keluarga Risiko Stunting, khususnya terkait program Gerakan Orang Tua Asih Cegah Stunting (Genting).
Meskipun Bali memiliki kasus stunting terendah, Desa Suter tetap menjadi lokus kunjungan Mendukbangga karena masih ada beberapa anak balita stunting yang belum termonitor.
"Kami berkunjung ke sini untuk memastikan pelaksanaan program stunting di lapangan. Karena menyelamatkan satu orang sama dengan menyelamatkan satu generasi," ujar Wihaji dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Minggu (22/12/2024).
Sebagai informasi, Bali merupakan provinsi dengan tingkat stunting terendah di Indonesia. Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi stunting di Provinsi Bali pada 2023 sebesar 7,2 persen. Angka ini mengalami penurunan 0,8 poin jika dibandingkan 2022, yakni sebesar 8 persen.
Baca juga: Inovasi Oke Gas Magis Karimata Kreasikan Cegah Stunting dari Hulu dan Dorong Ketahanan Pangan
Sementara itu, rata-rata prevalensi stunting di Kabupaten Bangli berada di atas angka rerata Bali.
Pada kegiatan Kolaborasi Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting) Bersama Mitra Kerja Tahun 2024 itu, Wihaji menekankan bahwa dalam pelaksanaan program Genting tidak boleh ada satu balita dan ibu hamil yang terindikasi stunting terlewat mendapat intervensi.
"Bukan masalah jumlah, tapi perlu keadilan. Alhamdulilah, tokoh adat dan pejabat, termasuk seluruh bupati di Bali sepakat menjadi orangtua asuh dari salah satu anak asuh yang masuk dalam keluarga risiko stunting," kata Wihaji.
Menurut Wihaji, salah satu kunci keberhasilan yang membawa Bali, termasuk Kabupaten Bangli, terdepan dalam penanganan stunting adalah gotong royong.
"Di Bangli bagus. (Stunting) ditangani keroyokan, kerja sama gotong royong, saling bantu," ungkapnya.
Baca juga: Lewat “Oke Gas Magis Karimata”, BKKBN Kalbar Cegah Stunting di Kepulauan Karimata
Ia pun menegaskan, negara tetap hadir menangani stunting melalui program Genting. Namun, tidak semuanya bisa ditangani oleh negara.
"Kami (menggunakan) konsep pentaheliks. Di negara-negara maju juga menggunakan konsep sama, kerja sama antar-stakeholder. (Hal) tidak terkaver negara, dibantu oleh orangtua asuh. Jangan sampai ada warga negara tidak disentuh," kata Wihaji.
Dalam program Genting, Kemendukbangga/BKKBN menyasar 1 juta anak asuh sambil terus memonitor dan melakukan evaluasi.
"Kami bekerja berdasarkan Perpres 72/2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang dipresisikan dan disiplinkan. Presisi artinya tepat sasaran. Sangat rigid. Alamat, nama, provinsinya (penerima bantuan), diketahui melalui data yang ada," ujar Wihaji.
Untuk diketahui, program Genting terinspirasi dari prinsip Tri Hita Karana, yaitu falsafah hidup tradisional Bali yang mengajarkan agar manusia menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam lingkungan.
Falsafah itu mampu membantu menjaga kesehatan masyarakat Bali sehingga menjadi provinsi dengan angka prevalensi stunting terendah di Indonesia.
Dalam kunjungannya, Wihaji bersama rombongan juga mengunjungi secara langsung dua keluarga risiko stunting di Desa Suter, yakni keluarga I Wayan Sariawan dan I Komang Budiarta. Dialog berlangsung penuh kekeluargaan.
Penjabat (Pj) Gubernur Bali SM Mahendra Jaya menyambut baik kehadiran program Genting. Menurutnya, persoalan stunting pada balita tidak hanya masalah kesehatan, tetapi juga menyangkut ketidakadilan sosial.
Baca juga: Biskuit dan Bubuk Kelor, Inovasi dari Manggarai Timur NTT untuk Indonesia demi Atasi Stunting
"Stunting membuat tumbuh kembang balita/anak menjadi terhambat atau terganggu sehingga masa depannya tidak kompetitif," ujar Mahendra.
Mahendra menjelaskan, kondisi stunting juga dapat dijadikan sebagai gambaran kualitas suatu keluarga.
"Pada daerah yang banyak angka prevalensi stunting, dapat memberikan gambaran kalau daerah tersebut masih banyak terdapat keluarga yang kualitas hidupnya kurang, tidak bahagia," katanya.
Mahendra menjelaskan, sebagai komitmen dalam percepatan penurunan stunting di Provinsi Bali, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali telah melakukan tagging anggaran Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2024 sebesar Rp 71.805.752.144 dengan lokus intervensi stunting di semua kabupaten/kota se-Bali
Baca juga: Proses Stunting Terjadi Bertahap, Kenali Tanda Awalnya
“Adapun desa yang menjadi lokus intervensi (berjumlah) sebanyak 166 desa," ungkapnya.
Selain program Genting yang didukung 3.327 Tim Pendamping Keluarga, Pemprov Bali telah membangun platform sistem informasi terintegrasi, yaitu Sistem Monitoring Pencegahan Kemiskinan dan Stunting (Sigenting).
Sistem informasi tersebut berguna untuk mendata, mengukur, memantau, mengevaluasi, dan intervensi terhadap balita atau keluarga berisiko stunting serta kemiskinan ekstrem dengan sumber data terintegrasi lintas sektor.