KOMPAS.com - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dokter Hasto mengaku optimistis bahwa angka stunting di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), masih bisa diturunkan melalui berbagai upaya yang dilakukan.
Salah satu upaya yang ia tekankan adalah memanfaatkan potensi sumber daya pangan yang melimpah di TTS, seperti kelor dan sumber makanan lainnya.
“Saya yakin kalau capaian program Keluarga Berencana (KB) ditingkatkan, jangkauannya baik, serta pemberian makanan tambahan kepada anak risiko stunting, maka stunting di TTS akan berhasil diturunkan,” ujar Dokter Hasto dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (21/3/2024).
Pernyataan tersebut disampaikan Dokter Hasto dalam kegiatan Sosialisasi Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan Percepatan Penurunan Stunting bersama Mitra Strategis, di Kantor Bupati TTS, Provinsi NTT, Rabu (20/3/2024).
Dalam kesempatan tersebut, ia menekankan kepada jajaran Dinas KB Kabupaten TTS akan pentingnya memanfaatkan dana Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk meningkatkan capaian program Bangga Kencana serta mendukung penurunan stunting, terutama melalui peningkatan pelayanan KB.
Berdasarkan hasil survei Status Gizi Indonesia (SSGI) oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), angka stunting di Provinsi NTT cukup tinggi pada 2021 mencapai 37,8 persen. Namun, persentase ini menurun menjadi 35,3 persen pada 2022.
Dokter Hasto menyoroti bahwa Kabupaten TTS memiliki potensi stunting besar karena jumlah anak yang cukup banyak.
Hal tersebut terkait dengan rata-rata jumlah anak yang masih tinggi, sekitar tiga anak perempuan melahirkan, bahkan ada yang mencapai lima anak atau lebih.
Baca juga: Cerita Ibu Hamil di Sukabumi Jalan Kaki Lewati Banjir akan Melahirkan ke Puskesmas
Dokter Hasto menjelaskan bahwa setiap tahunnya terdapat sekitar 10.000 bayi yang lahir di TTS, dengan 22 kehamilan setiap 1.000 penduduk.
Selain dari sumber pangan, Dokter Hasto menjelaskan bahwa penggunaan kontrasepsi juga dapat menjadi upaya penting dalam menurunkan stunting di TTS.
Ia mencatat bahwa banyak ibu setelah melahirkan tidak menggunakan kontrasepsi, sehingga menyebabkan kehamilan berjarak dekat.
"Ayolah kita gencarkan pelayanan KB. Saya terima kasih, TTS sudah memiliki kebijakan akseptor vasektomi dan tubektomi (dengan mendapatkan) uang istirahat 450.000," jelas Dokter Hasto.
Baca juga: Tersandung Kasus Dugaan Pungli DAK, Sekdis Pendidikan Ketapang Dicopot
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pada 2023, TTS menerima anggaran DAK Fisik sebesar Rp 2,015 miliar untuk kegiatan di Dinas KB. Dari jumlah ini, sekitar 81,2 persen atau Rp 1,6 miliar sudah terserap dengan baik.
Dokter Hasto berharap agar penyerapan anggaran menjadi lebih optimal pada tahun berikutnya, sehingga TTS dapat lebih cepat menurunkan angka stunting dan jumlah peserta KB dapat meningkat.
Sementara itu, alokasi BOKB nonfisik di TTS pada 2023 mengalami peningkatan signifikan menjadi sejumlah Rp 8,63 miliar, tetapi baru sekitar 38 persen yang telah diserap.
"Kami mengharapkan dukungan untuk peningkatan penyerapan, dengan alokasi sebesar Rp 6,3 miliar pada 2024 ini. Kita mendorong peningkatan kegiatan vasektomi, tubektomi, dan kegiatan terkait stunting dari anggaran ini," ajak Dokter Hasto.
Baca juga: Realisasi Anggaran Bansos Meroket, Risma: Tanya Bu Sri Mulyani
Untuk memudahkan akses pelayanan KB yang terlalu jauh di TTS, ia juga meminta agar bidan praktik swasta dapat melakukan memo of understanding (MoU) dengan Dinas KB, sehingga mereka dapat mengakses alat kontrasepsi dari BKKBN secara gratis.
"Sehingga suntik ada, susuknya ada, implan ada, dan bidan mendapatkan ongkos jasa medis," tambahnya.
Dokter Hasto juga menekankan pentingnya edukasi mengenai efek samping penggunaan alat kontrasepsi oleh para pendamping keluarga.
"Orang yang dipasang KB mungkin menstruasinya sedikit atau bahkan tidak keluar. Jadi, jangan pernah menganggap kalau tidak menstruasi maka darah kotornya tidak keluar, itu adalah anggapan keliru," tuturnya.
Baca juga: 7 Gejala dan Penyebab Menstruasi Tidak Teratur
Pada kesempatan yang sama, Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten TTS Yohanis Lakapu mengungkapkan bahwa prevalensi stunting di wilayahnya mencapai 22,3 persen.
Pada 2023, Kabupaten TTS berhasil mencapai jumlah peserta KB modern sebesar 50 persen, melebihi rerata Provinsi NTT sebesar 8,5 poin.
"Peserta KB aktif yang jumlahnya sedikit pun kadangkala tidak aktif. Oleh karena itu, petugas harus selalu mengingatkan para peserta. Kalau tidak diingatkan, mereka lupa untuk kembali sehingga terjadi kehamilan baru," ucap Yohanis mewakili Penjabat (Pj) Bupati Kabupaten TTS,
Kabupaten TTS, yang merupakan kabupaten terluas di NTT menghadapi kendala karena jumlah petugas KB yang terbatas, hanya sekitar 38 orang.
Baca juga: Kader KB di Palopo Geruduk Kantor BPMPKB, Minta Dibayarkan Honornya?
Sebagai mantan Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), Yohanis berharap agar BKKBN dapat memberikan perhatian khusus untuk mengatasi kekurangan tenaga ini dengan mengutamakan putra dan putri dari Kabupaten TTS.
Dalam rangkaian acara yang sama, dilakukan juga pelayanan KB Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yang menyasar akseptor implan sejumlah 96 orang.
Dokter Hasto pun menyempatkan diri untuk mengunjungi salah satu lokasi pelayanan KB di PMB yang memiliki 15 akseptor implan.
"Perlu dipertahankan agar jumlahnya terus meningkat, dan bagi yang telah memasang implan, diingatkan untuk melakukan kontrol secara berkala. Juga perlu dilakukan MoU dengan BKKBN agar bidan dapat memperoleh alat kontrasepsi (alkon) secara gratis," ucapnya kepada bidan yang bertugas.
Baca juga: 5 Jenis Alat Kontrasepsi dan Efektivitasnya dalam Mencegah Kehamilan
Dalam rangkaian kegiatan pada hari yang sama, Dokter Hasto melakukan kunjungan kerja (kunker) di Kantor Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).
Antusiasme dalam menyambut jajaran Kepala BKKBN itu sangat terlihat ketika rombongan motor para Penyuluh KB (PKB) dan Tim Pendamping Keluarga (TPK) menjemput rombongan untuk konvoi bersama menyusuri Kabupaten TTU.
Dokter Hasto mengaku senang dapat mengunjungi Kantor DP2KB Kabupaten TTU.
Ia berpesan kepada para pendamping keluarga di daerah perbatasan tersebut untuk meningkatkan capaian program KB dan berupaya secara maksimal menurunkan angka stunting.
Baca juga: Nama Ketut di Bali Terancam Punah, Koster Mengaku Diminta Megawati Hapus Program KB
Terkait penyerapan DAK Fisik di Kabupaten TTU, Dokter Hasto menyebut bahwa alokasi DAK Fisik sebesar Rp 2,1 miliar pada 2023 telah diserap dengan baik sebesar 91,8 persen atau sekitar Rp 1,9 miliar. Sedangkan pada 2024, alokasi DAK Fisik Kabupaten TTU mencapai Rp 2,5 miliar.
Dokter Hasto berdiskusi dengan para PKB dan TPK sambil memberikan materi penyegaran mengenai program Bangga Kencana di hadapan para pendamping keluarga yang hadir.
Ia kembali menekankan pentingnya peran PKB dalam mengedukasi masyarakat tentang usia pernikahan ideal, air susu ibu (ASI) eksklusif, dan pemberian makanan tambahan sesuai dengan usia bayi.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DP2KB Kabupaten TTU Richard B memberikan apresiasi atas kedatangan pertama Kepala BKKBN di wilayahnya.
Baca juga: Kepala BKKBN Minta Kepala Perwakilan BKKBN NTT Berkolaborasi Majukan Program Bangga Kencana
Ia berharap kunjungan tersebut dapat memberikan masukan positif kepada para pendamping keluarga yang hadir.
Setelah kunjungan ke Kantor DP2KB, Dokter Hasto melanjutkan kunker ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Sasi di Kefamenanu, Kabupaten TTU. Dalam kunjungan ini, dilaksanakan juga pelayanan KB implan kepada 120 akseptor.
Dalam kesempatan tersebut, Dokter Hasto melakukan pemasangan KB implan kepada salah satu ibu berusia 16 tahun yang baru saja melahirkan tiga bulan yang lalu.
Sebagai informasi, dalam rangkaian kegiatan tersebut juga hadir Plt Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) Maurianus Mau Kuru, Kepala Perwakilan BKKBN NTT Dadi Ahmad Roswandi, dan Direktur Pelayanan KB Wilayah Khusus Fadjar Firdawati.
Kemudian, jajaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) TTS dan TTU, jajaran forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda), dokter ahli bedah, bidan, PKB atau Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), kader, serta TPK.
Baca juga: Kepala BKKBN Apresiasi Pengembangan SDM lewat Pengarusutamaan Keluarga di NTB