KOMPAS.com - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo kembali memperingatkan mengenai bahaya rokok dan paparan asap rokok. Tidak hanya merugikan perokok, paparan asap rokok juga berpotensi sangat berbahaya bagi janin dan ibu hamil.
"Kalau kita sedot rokoknya, (asap) rokok mengandung karbon monoksida (CO) yang berbahaya bagi kesehatan. Kalo CO-nya masuk di dalam darah, kemudian darah tidak bisa mengikat oksigen, akhirnya tubuh kita kekurangan oksigen,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (27/1/2024).
Pernyataan tersebut disampaikan dr Hasto saat menghadiri kegiatan Sosialisasi dan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan Program Percepatan Penurunan Stunting (PPS) Bersama Mitra Kerja, di Gedung Serbaguna dan Komplek Lapangan Denggung, Kabupaten Sleman, Jumat (26/1/2024).
Dalam kesempatan itu, ia menjelaskan bahwa asap rokok sangat berbahaya bagi bayi yang masih berada dalam kandungan ibu.
Baca juga: Suami Tak Mengaku, Polisi Belum Tetapkan Tersangka Tewasnya Ibu Rumah Tangga yang Tewas Minum Racun
"(Jika) ibunya (ibu hamil) menghirup asap rokok, bayinya (dapat mengalami) kekurangan oksigen, sehingga lahir dalam kondisi lebih kecil. Jadi, hampir semua perempuan perokok (itu) bayinya pasti kecil," ujar dr Hasto.
Ia juga menekankan bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok dapat menyebabkan berat bayi kurang dari 2,5 kilogram, lahir dengan ukuran lebih kecil dari normal, dan berisiko mengalami stunting.
Pada kesempatan itu, dr Hasto juga mengingatkan tentang bahaya asap rokok dari rokok yang dibiarkan menyala di asbak.
Ia mengatakan, asap rokok yang berada dalam ruangan memiliki kandungan racun 50 kali lipat dibandingkan dengan asap yang sudah dihisap oleh perokok. Alhasal asap yang tidak dihisap oleh perokok malah lebih beracun.
Baca juga: 4 Penyakit yang Dapat Menyerang Perokok Pasif
Lebih lanjut, dr Hasto juga memberikan edukasi mengenai pentingnya 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).
"Allah Subhanahu Wa Ta'ala menciptakan manusia dan ubun-ubun manusia menutup di 1.000 HPK. Allah Subhanahu Wa Ta'ala memberikan pesan, sempurnakanlah menyusui sampai 24 bulan. (Ini) karena begitu 24 bulan, ubun-ubunnya (bayi) menutup. Jadi, otak sudah sulit bertambah kalau sudah 24 bulan,” jelas dr Hasto.
Tak lupa, ia mengingatkan pula tentang jarak usia anak, pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif selama 6 enam bulan, dan pemberian makanan tambahan sesuai dengan anjuran kesehatan.
"Maka, mencegah stunting sejak 1.000 HPK sangat penting sejak dalam kandungan. Kemudian jarak usia anak selanjutnya tiga tahun, lalu sampai enam bulan tidak boleh dikasih makanan tambahan hanya ASI eksklusif," ucap dr Hasto.
Baca juga: Mengapa Bayi Bisa Rasakan Pedas Lewat ASI?
"Jarak memberi ASI sesering mungkin karena bayi itu lambungnya kecil, hanya seukuran telur ayam, mungkin hanya cukup 15 cubic centimeters (cc)," sambungnya.
Pada kesempatan yang sama, Praktisi Kesehatan dan Tenaga Ahli BKKBN Riyo Kristian Utomo menyatakan bahwa stunting memiliki tiga kerugian.
"Kerugian stunting ya tiga ini, pendek, tidak cerdas, dan sakit-sakitan," kata dr. Riyo.
Sementara itu, Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo menjelaskan upaya yang telah dilakukan jajarannya dalam program PPS.
Baca juga: Ternyata, Ciri Anak Stunting Bisa Dikenali Sejak Dalam Kandungan
"Kami juga telah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), mulai dari tingkat kabupaten hingga kelurahan. Saat ini jumlahnya 2.088 orang," imbuhnya.
Kustini mengungkapkan bahwa pihaknya telah membentuk 104 kader pembangunan manusia untuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) risiko stunting.
"Salah satu strategi kami dalam penurunan stunting adalah menggunakan konsep pentahelix yang melibatkan pemerintah sebagai regulator, akademisi, dunia usaha, organisasi masyarakat," ujarnya.
Melalui kolaborasi tersebut, Kustini berharap tercapai visi zero stunting di Kabupaten Sleman.
Baca juga: Antara Protein Hewani dan Nabati, Mana Lebih Unggul Cegah Stunting?
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa Kabupaten Sleman juga telah melaksanakan berbagai upaya, termasuk program Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat), yang berlokasi di Kampung Keluarga Berkualitas.
"Saat ini semua kelurahan di Kabupaten Sleman telah menjadi Kampung Keluarga Berkualitas atau Kampung Keluarga Berencana (KB)," ucap Kustini.
Melihat progres penurunan stunting berdasarkan e-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) 2022, prevalensi stunting di Kabupaten Sleman menurun dari 6,88 persen menjadi 4,51 persen pada 2023.
Atas capaian tersebut, Kabupaten Sleman meraih penghargaan Manggala Karya Kencana dan sembilan penghargaan di tingkat nasional pada puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) 2023.
Sebagai informasi, kegiatan sosialisasi tersebut dihadiri juga oleh Wakil Bupati (Wabup) Sleman selaku Ketua TPPS Danang Maharsa, Kepala Dinas (Kadis) Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kabupaten Sleman Wildan Solichin,
Selain itu, hadir pula jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Sleman, Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman, Tim Pakar Stunting Kabupaten Sleman Tri Siswati, Kepala Perwakilan BKKBN Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Andi Ritamariani, serta TPK Kabupaten Sleman.