KOMPAS.com - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo mengingatkan. potensi ancaman bonus demografi semu kemungkinan akan terjadi di Ibu Kota Negara ( IKN) Nusantara.
Hal itu disampaikan oleh dr Hasto saat menerima audiensi dari Koalisi Kependudukan Indonesia (KKI) Provinsi Kalimantan Timur di Ruang Sekretariat Stunting Kantor BKKBN, Jumat (22/12/2023).
"Be careful, setelah IKN terjadi kemungkinan akan ada limpahan usia produktif yang berbondong-bondong datang. Ini akan menjadi bonus demografi di Kalimantan Timur, padahal yang sebenarnya terjadi adalah bonus demografi semu," tutur dr Hasto melalui keterangan persnya, Jumat.
Hal tersebut, kata dia, terjadi karena banyak pekerja yang datang dari luar daerah, sementara masyarakat lokal tidak memiliki kemampuan untuk bersaing.
Baca juga: BKKBN: Pencegahan Stunting Upaya Tingkatkan Rata-rata IQ Penduduk Indonesia
dr Hasto menilai, diperlukan pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi masyarakat lokal di sekitar IKN guna mengatasi ancaman bonus demografi. Kebutuhan tenaga kerja yang meningkat di IKN perlu dipersiapkan sejak dini oleh pemerintah setempat.
"Dengan adanya IKN, kualitas sumber daya manusia ( SDM) lokal harus naik. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah universitas setempat bisa mengadakan program vokasi untuk boosting masyarakat sekitar agar menjadi center of excellence, sehingga menghasilkan SDM yang siap kerja," ujar dr Hasto.
Menurutnya, pemerintah setempat harus memiliki sense of urgency terkait masalah kependudukan ini.
"Penyusunan grand design pembangunan kependudukan (GDPK) penting untuk memastikan datanya yang hidup sudah disusun dengan benar. Kami optimistis penyusunan GDPK Kalimantan Timur ini menarik karena ada magnet IKN," tandas dr Hasto.
Baca juga: Tandatangani PK 2024, BKKBN Siapkan Perencanaan dan Evaluasi Kinerja
Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Bonivasius Prasetya Ichtiarto mengatakan, setiap kepala daerah harus tahu urgensi penyusunan GDPK.
"Terkadang, kepala daerah tidak mengetahui urgensi GDPK yang disusun, sehingga tidak saling support dengan pusat. Ini penting dalam penyusunan kebijakan di daerah, khususnya dalam hal pembangunan kependudukan. Ketika sinkron, masyarakat bisa menikmati hasilnya," kata Bonivasius.
Bonivasius menjelaskan, setiap kabupaten/kota diminta untuk membuat GDPK yang akan dilegalkan melalui peraturan daerah atau peraturan bupati/wali kota.
"Kami baru meluncurkan blue print kependudukan yang merupakan bagian dari GDPK untuk memberi update isu kependudukan yang belum masuk. Salah satunya, bagaimana pemindahan IKN ini berdampak pada pilar keempat GDPK, yakni pilar penataan, persebaran, dan pengarahan mobilitas penduduk," tutur Bonivasius.
Baca juga: Selain Stunting, Kepala BKKBN Dorong Penyuluh Keluarga Berencana Peduli Kesehatan Jiwa
Berdasarkan Sensus Penduduk 2020, jumlah penduduk di Kalimantan Timur mencapai 3,77 juta jiwa. Sementara, persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 70,28 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa persentase penduduk lanjut usia (lansia) di Kalimantan Timur berada di angka 6,22 persen atau meningkat dari yang sebelumnya 4,02 persen pada 2020.
Anggota KKI Kalimantan Timur Siswanto mengatakan, disparitas pendidikan dan ekonomi antarwilayah memang menjadi isu yang terus dibahas hingga kini.
“Jumlah pernikahan pada usia muda cukup tinggi dan ketimpangan gender terlihat dengan meningkatnya jumlah janda," tutur Siswanto.
Sementara itu, Ketua KKI Kalimantan Timur Harihanto mengaku, pihaknya sangat berkomitmen untuk mewujudkan pengendalian penduduk.
Baca juga: Kepala BKKBN Sebut 15,3 Persen Calon Pengantin di Kota Batu Berisiko Lahirkan Bayi Stunting
Lebih lanjut, perwakilan Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kalimantan Timur Bidang Pengendalian Penduduk Syahrul mengatakan, Organisasi Perangkat Daerah Kependudukan dan Keluarga Berencana (OPDKB) berperan menguatkan regulasi dalam pembangunan kependudukan.
Ia menerangkan, pihaknya akan berkolaborasi dengan pusat untuk membentuk koalisi kependudukan di kabupaten/kota. Tujuannya adalah untuk mengatasi masalah disparitas di Kalimantan Timur menyusul banyaknya pekerja migran yang masuk.
"Nantinya akan ada persaingan, sehingga kami harus mempersiapkan masyarakat lokal untuk bersaing," tuturnya.
Di samping itu, sebut dia, DKP3A Kalimantan Timur akan mengajak mitra kerja dari Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) dan Forum Antarumat Beragama Peduli Keluarga Sejahtera (Fapsedu) untuk berkolaborasi bersama menangani stunting.
Baca juga: Lewat PASTI, BKKBN Percepat Penurunan Prevalensi Stunting di Indonesia
"Kami juga telah melaksanakan roadshow ke-10 di Kalimantan Timur," ucapnya.