KOMPAS.com - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN) dr Hasto Wardoyo mengatakan, fase puncak periode bonus demografi pada 2025-2035 harus terus dikapitalisasi.
Oleh karenanya, pemerintah memiliki program Bangga Kencana yang ingin mewujudkan keluarga sehat, produktif, dan berkualitas untuk menuju Indonesia Emas 2045 atau 100 tahun Indonesia merdeka.
Dia mengatakan itu dalam sambutan di Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting di Ballroom Grand Maleo Hotel, Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar), Kamis (30/11/2023).
dr Hasto mengatakan, keluarga adalah pintu utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia saat masuk fase bonus demografi.
"Kenapa kualitas SDM harus diperbaiki? Karena sebentar lagi kita akan memasuki bonus demografi. Bonus demografi hanya bisa dirasakan manfaatnya jika kualitas SDM baik,” katanya dalam siaran pers, Jumat (1/12/2023).
Baca juga: Atasi Stunting dan Kemiskinan Ekstrem, BKKBN Bagikan Data Hidup untuk Kementerian/Lembaga
dr Hasto menegaskan, keluarga harus menjadi perhatian utama, karena pembangunan keluarga adalah fondasi utama tercapainya kemajuan bangsa.
Dia menambahkan, jika angka prevalensi stunting di Sulbar tidak segera diturunkan, provinsi ini dikhawatirkan tidak bisa melewati bonus demografi dengan baik.
"Sulbar special case provinsi karena peluang demografi akan menutup lebih cepat sedikit jika dibandingkan rata-rata provinsi lain, bisa pada 2035 sampai 2039,” katanya.
Hasto mengatakan, Sulbar pada 2034 secara teori memiliki indeks pembangunan manusia (IPM) yang masih rendah karena akan kedatangan tenaga-tenaga yang dengan usia dewasa sehingga memacu bonus demografi lebih cepat.
Oleh karena itu, kata dia, Sulbar dengan bonus demografi yang dimiliki bisa lebih cepat dan menguntungkan. Sebaliknya kasus stunting tidak lebih cepat diturunkan, akan mendatangkan kerugian.
Baca juga: Di Rakernas IDI, Kepala BKKBN Apresiasi Dokter yang Berperan dalam Percepatan Penurunan Stunting
"Maka, harapan saya pemerintah pusat maupun daerah harus sama-sama semaksimal mungkin menangani stunting di Sulbar," ucapnya.
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi stunting di Sulbar merupakan yang tertinggi kedua di Indonesia dengan angka 35,0 persen.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sulbar Muhammad Idris DP mengatakan, ada delapan arah kebijakan penurunan stunting di Sulbar pada 2023-2026.
Pertama, peningkatan kualitas dan akses pemerataan layanan kesehatan. Kedua, peningkatan kemandirian masyarakat dalam upaya kesehatan yang promotif dan preventif.
Ketiga, peningkatan kapasitas SDM kesehatan. Keempat, pemenuhan kebutuhan pangan dan perbaikan gizi masyarakat. Kelima, peningkatan akses dan kualitas kesehatan lingkungan.
Keenam, pendewasaan usia perkawinan. Ketujuh, peningkatan peran kelembagaan posyandu. Kedelapan, percepatan fungsi kelembagaan dan koordinasi percepatan penurunan stunting.
"Target kami pada 2026 bisa mencapai angka prevalensi stunting hingga 20 persen agak sulit tercapai kalau kita tidak disiplin pada governance,” katanya.
Idris mencontohkan, upaya penurunan stunting, seperti manajemen proyek, harus selesai pada awal dari aspek perencanaan. Rencana pun harus dipastikan terukur sampai akhir tahun.
“Jadi, agak mustahil untuk mencapai target jika tata kelola manajemen penanganan stunting tidak dibenahi. Oleh sebab itu, kami harus konsisten menjalankan delapan kebijakan besar ini," ujarnya.
Dia menambahkan, kolaborasi merupakan hal penting untuk mengeksekusi masalah stunting di Sulbar.
Baca juga: Sandwich Generation Akan Meningkat pada 2035, Kepala BKKBN: Optimalisasi Mutlak Dilakukan
Oleh sebab itu, Idris meminta perhatian serius pemerintah kabupaten (pemkab) agar melihat masalah tersebut sebagai peluang yang tidak boleh dibiarkan dan dikelola dengan sembarangan.
Sementara itu, Kepala BKKBN Sulbar Resky Murwanto mengatakan, dalam upaya percepatan penurunan stunting di Sulbar, BKKBN Sulbar terus berupaya dan bersinergi dengan berbagai unsur.
Kolaborasi itu melibatkan pemerintah daerah (pemda), dunia usaha, perguruan tinggi, media, dan komunitas-komunitas strategis yang ada.
"Rapat Koordinasi Teknis Program Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Sulbar semoga menjadi momentum untuk menguatkan kembali komitmen bersama dalam percepatan penurunan stunting di Bumi Malaqbi," ujarnya.
Baca juga: Kepala BKKBN: Stunting Jadi Momok bagi Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045
Strategi Percepatan Pencegahan Stunting yang dilakukan BKKBN Sulbar adalah memberikan pemahaman yang utuh kepada masyarakat luas mengenai stunting, dampaknya, dan pencegahannya melalui penyuluh yang dimiliki.
"BKKBN Sulbar telah melatih 2.859 orang Tim Pendamping Keluarga yang terdiri atas Bidan Desa/tenaga kesehatan, Kader KB, dan Kader PKK yang tersebar di 648 desa/kelurahan di Sulbar, untuk mendampingi 305.510 keluarga di Sulbar.
Resky mengatakan, BKKBN Sulbar juga aktif melakukan pendekatan pentahelix dalam upaya percepatan penurunan stunting.
"Di Sulbar, implementasi pendekatan ini telah menunjukkan potensi yang baik dalam menanggulangi masalah stunting,” ujarnya.
Pendekatan itu melibatkan lima stakeholder kunci, yaitu pemerintah,akademisi, industri, masyarakat, dan media, yang bekerja secara kolaboratif untuk menciptakan solusi inovatif dalam peningkatan gizi dan kesehatan anak-anak.
Baca juga: BKKBN Sebut DWP Punya Peran Strategis Percepat Penurunan Stunting
“Namun, masih diperlukan upaya lebih lanjut untuk memperkuat kolaborasi dan inovasi diantara kelima stakeholder tersebut," ungkap Resky.