KOMPAS.com- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memberikan data yang lengkap, akurat, dan up to date guna mengatasi stunting, kemiskinan ekstrem, dan permasalahan sosial ekonomi di Indonesia.
"Kami harap pendataan keluarga ini menjadi data yang hidup dan bermanfaat bagi masyarakat Indonesia," kata dr Hasto dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (28/11/2023).
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo dalam Forum Data Keluarga Nasional: Diseminasi Hasil Pemutakhiran Pendataan Keluarga dan Verifikasi, Validasi Data Keluarga Berisiko Stunting tahun 2023 yang digelar di Gedung Menara Danareksa, Jakarta, Selasa (28/11/2023).
Untuk diketahui, berdasarkan hasil pemutakhiran pendataan keluarga pada 2023, BKKBN mencatat penurunan 1,77 juta keluarga berisiko stunting.
Baca juga: Targetkan Layani 1,25 Juta Akseptor, Kepala BKKBN: Cita-cita Dua Anak Sudah Capai Target
Sementara, jumlah entitas keluarga yang tercatat di Indonesia pada 2023 mencapai 72.516.889 kepala keluarga (KK).
Pada 1 September-31 Oktober 2023, BKKBN melaksanakan verifikasi dan validasi data keluarga berisiko stunting, dengan jumlah 13.123.4182 keluarga pada semester I-2023dan 11.349.212 keluarga pada semester II-2023.
"Memasuki bonus demografi, Indonesia harus meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), sehingga pendataan keluarga ini harus menjadi data yang hidup agar dapat dimanfaatkan dalam perencanaan, termasuk pemberian intervensi," tutur dr Hasto.
Adapun, indikator kinerja utama BKKBN pada 2023 menunjukan progres yang positif. Meskipun terdapat beberapa indikator yang perlu dilengkapi, prevalensi pemakaian kontrasepsi modern saat ini telah mencapai 60,4 persen.
Baca juga: Di Rakernas IDI, Kepala BKKBN Apresiasi Dokter yang Berperan dalam Percepatan Penurunan Stunting
dr Hasto menekankan, visi pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat penting untuk disatukan guna mencapai zero angka kematian ibu dan zero angka kematian bayi.
Ia menegaskan bahwa data BKKBN dapat dipercaya. Sebab, penyelenggaraan satu data keluarga di BKKBN dilakukan lewat Sistem Informasi Keluarga (Siga). Program ini merupakan wujud nyata komitmen BKKBN dalam membangun keluarga berkualitas di Indonesia.
"Pendataan keluarga ini menghasilkan data mikro, by name, dan by address yang akan dilengkapi dengan informasi karakteristik pemakaian kontrasepsi. Selain itu, pembangunan keluarga, karakteristik rumah layak huni, informasi geospasial, dan karakter sosial ekonomi akan dikoordinasikan dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) melalui pemeringkatan desil 1-10," jelas dr Hasto.
dr Hasto menambahkan, BKKBN bersama sejumlah kementerian terkait akan melakukan pemeringkatan pada data keluarga.
Baca juga: BKKBN Sebut DWP Punya Peran Strategis Percepat Penurunan Stunting
"Pencarian data yang dapat diperingkatkan tentu tidak mudah. Namun, Alhamdulilah data kami masih dipercaya dan bisa dipertanggungjawabkan. Kementerian akan melakukan verifikasi dan validasi (verval) serta kontrol apabila menggunakan data BKKBN. Kami bersyukur data-data tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik," ujarnya.
Sebagai informasi, salah satu lembaga yang kerap menggunakan data BKKBN adalah Badan Pangan Nasional. Pada 2023, Badan Pangan Nasional telah memberikan bantuan ayam dan telur kepada 2.837.212 keluarga di Indonesia.
Selain Badan Pangan Nasional, Kemenko PMK juga telah menginteroperabilitaskan manfaat data di 37 kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, provinsi, dan 85 persen kabupaten di Indonesia.
dr Hasto menjelaskan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengintervensi 146.442 keluarga berisiko stunting pada desil 1-4 yang telah menerima bantuan stimulasi perumahan swadaya (BSPS).
"Selain itu, PK digunakan sebagai data basis untuk housing and real estate information dan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pekerjaan Umum di sejumlah perumahan yang memburuhkan data untuk memenuhi kepemilikan rumah tidak layak huni (RLTH). Data ini sangat berdampak terhadap penurunan angka keluarga berisiko stunting di Indonesia," tutur dokter Hasto.
Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo mengatakan, pemutakhiran data menjadi kunci sukses dalam program percepatan penurunan stunting. Menurutnya, data keluarga dari BKKBN bermanfaat bagi kementerian dan lembaga terkait.
Ia menjelaskan, pada 2024, terdapat 1,4 juta keluarga berisiko stunting yang tersebar di 7 provinsi prioritas, yakni Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Sumatera Utara.
Program dari Badan Pangan Nasional, sebutnya, bisa menghubungkan para produsen yang merupakan peternak rakyat. Sebab, program ini menggunakan vendor kecil, sehingga badan usaha milik negara (BUMN) bidang pangan bisa menjadi standby buyer.
Baca juga: Sandwich Generation Akan Meningkat pada 2035, Kepala BKKBN: Optimalisasi Mutlak Dilakukan
"BUMN bidang pangan yang menjadi standby buyer bisa mendistribusikan harga yang wajar kepada masyarakat prevalensi stunting," tuturnya.
Arief menyampaikan, pihaknya bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saat ini tengah mengampanyekan Konsumsi Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman (B2SA). Program ini mengajak masyarakat untuk bijak mengelola keuangan dan memanfaatkan bahan pangan.
"Stop boros pangan. Kami sempat menyampaikan bahwa food loss and waste di Indonesia ini sangat tinggi, yakni mencapai 31 persen. Kalau dilihat from farm to table dan berdasarkan produksi, food loss-nya mencapai 14 persen. Hal ini menimbulkan kerugian hingga Rp 560 triliun," tandasnya.