KOMPAS.com - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo memaparkan lima pilar Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN Pasti).
"Pertama adalah komitmen, bagaimana pemerintah daerah berkomitmen dalam menurunkan stunting. Kedua, massive information system yaitu edukasi tentang stunting,” ujar dr Hasto dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (11/10/2023).
Pernyataan tersebut disampaikan dr Hasto saat menjadi narasumber dalam Forum Dialog Penanganan Kemiskinan Ekstrem dan Stunting melalui Penguatan Ketahanan Ekonomi di Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu (11/10/2023).
Ia menyebutkan, pilar ketiga adalah konvergensi atau segala urusan yang terkait bantuan kepada masyarakat, data dan inovasi, dan evaluasi.
Baca juga: Evaluasi Setahun Pj Gubernur, PDI-P: Pak Heru Profesional Murni, tetapi Dikaitkan ke Partai
Oleh karena itu, menurut dr Hasto, diperlukan lapangan kerja yang ditujukan untuk menyerap golongan rentan
“Kalau bisa semua yang punya usaha atau kegiatan untuk masyarakat disasarkan pada keluarga dengan risiko tinggi stunting," katanya.
Sementara itu, pilar keempat adalah ketersediaan pangan. dr Hasto mengungkapkan bahwa ketersediaan pangan, terutama di Kulon Progo tidak mengalami kekurangan maupun krisis.
Ia mengatakan bahwa Indonesia memiliki kedaulatan pangan, tetapi mayoritas masyarakat masih mengonsumsi karbohidrat berlebih. Kebiasaan ini harus dikoreksi bersama karena masyarakat membutuhkan asupan protein hewani.
Baca juga: 8 Sayuran Tinggi Protein, Baik Dikonsumsi Setiap Hari
Meski demikian, ia menekankan bahwa ketahanan pangan saja tidak cukup, karena harus diimbangi dengan kedaulatan pangan.
“Semua bisa berdiri di atas kaki sendiri, bisa panen sendiri seperti program bela beli Kulon Progo. Madhep mantep mangan pangane dewe, madep mantep ngombe banyune dewe, madep mantep nganggo klambine dewe," ucap dr Hasto.
Semboyan tersebut, lanjut dia, memiliki arti menggunakan atau mengonsumsi produk makanan, minuman, dan pakaian yang dihasilkan sendiri.
Adapun pilar terakhir dalam RAN Pasti adalah data dan inovasi, kemudian evaluasi.
Baca juga: Transjakarta Masih Evaluasi Uji Coba Bus Rute Bandara Soekarno-Hatta
"Insya Allah nanti Kulon Progo akan survei sendiri dengan Badan Pusat Statistik (BPS), perguruan tinggi, sampelnya lebih banyak. Mudah-mudahan stunting pada akhir 2023 ini turun menjadi 15 persen, kemudian menjadi 10 persen pada akhir 2024," ujar dr Hasto.
Pada kesempatan tersebut, dr Hasto mengatakan bahwa Indonesia harus menghindari jebakan pendapatan menengah atau middle income trap.
Pasalnya, kata dia, angka harapan hidup kaum perempuan di Indonesia lebih tinggi daripada laki-laki. Data BKKBN menyebutkan, secara demografi, penduduk usia di atas 35 tahun didominasi oleh perempuan. Hal ini diartikan bahwa kaum perempuan memiliki umur lebih panjang.
Untuk diketahui, middle income trap merupakan kondisi perekonomian yang mengalami penurunan dinamis cukup tajam setelah berhasil bertransisi dari status berpenghasilan rendah ke menengah.
Baca juga: Mengenal Cara Kerja Hyaluronic Acid untuk Anti-Aging
"Pada 2035 nanti, kita sudah aging population, saat ini di Provinsi DIY terdapat sekitar 16 persen usia tua, banyak sekali janda-janda tua fakir miskin, semakin banyak nanti akan sangat sulit menurunkan angka tingkat kemiskinan,” ucap dr Hasto.
Ia mengungkapkan, apabila pendidikannya rendah dan penghasilannya rendah, maka seseorang tidak akan memiliki tabungan.
Oleh karena itu, dr Hasto kembali mengungkapkan bahwa Indonesia harus menghindari middle income trap.
Sebagai informasi, acara tersebut turut menghadirkan penyerahan bantuan stunting berupa telur kepada masyarakat yang dibagikan oleh Bintara Pembina Desa (Babinsa) dan Bhayangkara Pembina Kamtibmas (Bhabinkamtibmas).
Baca juga: Bhabinkamtibmas DIlibatkan dalam Sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan
Sementara itu, Penjabat (Pj) Bupati Kulon Progo Ni Made Dwipanti Indrayanti mengatakan bahwa kegiatan ekonomi di Kulon Progo sudah banyak, termasuk Gerakan Bela Beli Kulon Progo yang sudah digagas sejak jaman pemerintahan dr Hasto sebagai Bupati Kulon Progo.
"Ini adalah awal bagaimana Kulon Progo mencintai produknya sendiri. Selain itu juga menciptakan motif batik yang sangat dikenal dengan Geblek Rentengnya, sudah mendapatkan penetapan dan menjadi ciri khas dari Kulon Progo," ucapnya.
Ni Made mengungkapkan, penurunan angka kemiskinan di Kulon Progo mencapai 1,9 persen pada 2021-2022.
Ia berharap, menggeliatnya ekonomi di Kulon Progo dapat meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat, sehingga angka kemiskinan bisa menurun.
Baca juga: Buntut Miras Oplosan Maut, Polisi Sita 473 Botol Minuman Keras di Kulon Progo
Ni Made mengatakan, Kabupaten Kulon Progo memiliki Toko Milik Rakyat (Tomira) yang merupakan satu-satunya di Indonesia.
"Toko modern datang, Tomira solusinya. Hasil kerja sama yang kuat antara swasta (retail) dan pemerintah daerah (pemda) untuk mengembangkan potensi produk lokal," katanya.
Selain itu, lanjut Ni Made, Kulon Progo juga mengeluarkan kebijakan untuk Beras Daerah (Rasda).
Kebijakan tersebut mengharuskan aparatur sipil negara (ASN) membeli produk dari petani lokal 10 kilogram (kg) per bulan dalam rangka menstabilkan ekonomi masyarakat.
"Ada kuliner yang namanya geblek renteng, gula semut, tempe benguk, termasuk dawet sambel, itu belum ada di daerah lain. Ini bagian dari budaya tak benda dari Kulon Progo," imbuh Ni Made.
Baca juga: Tekan Stunting dan Kemiskinan, Pemprov Banten Rehabilitasi 1.800 Unit RTLH sejak 2017
Sebagai usaha meningkatkan ekonomi masyarakat dan mengentaskan kemiskinan, ia mengungkapkan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulon Progo juga bekerja sama dengan 10 universitas untuk melakukan pendampingan terhadap 10 kelurahan.
"Mudah mudahan ini menjadi solusi, usaha kami tidak hanya melihat angka tapi dukungan dari semua pihak termasuk masyarakat untuk memajukan Kulon Progo," kata Ni Made.
Sejalan dengan hal tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Nur Budi Handayani mengatakan, keluarga miskin yang melahirkan keluarga miskin akan melahirkan anak stunting.
"Poverty trap yaitu keluarga miskin yang melahirkan keluarga miskin akhirnya terjebak dan melahirkan anak stunting," ujarnya.
Baca juga: Tekan Stunting dan Kemiskinan, Pemprov Banten Rehabilitasi 1.800 Unit RTLH sejak 2017
Nur Budi menyebut, terdapat strategi penghapusan kemiskinan ekstrem, yaitu pengurangan beban, peningkatan pendapatan, dan kantong kemiskinan.
"Kita sering lupa bahwa keluarga kecil, (terutama) yang baru menikah yang masih berada di keluarga miskin, tidak tersentuh bantuan. Mereka kita rangkul dengan diberdayakan melalui pemberian modal, sehingga mereka menjadi orang yang berdaya dan mandiri," ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DIY Dewo Isno Broto Imam Santoso juga menitikberatkan kemandirian ekonomi masyarakat.
"Fondasi utama dalam mencapai kemandirian ekonomi nasional adalah kemampuan konsumsi masyarakat. Bangga buatan Indonesia diharapkan menjadi stimulan pertumbuhan industri nasional," ujarnya.
Baca juga: Mendag Zulhas: UMKM Punya Kesempatan Lebih Baik untuk Merambah Ekspor
Dewo menyebut bahwa program pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merupakan tulang punggung yang berperan menopang ekonomi nasional.
Kolaborasi multi-stakeholder, kata dia, dapat menyediakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan.
Sementara itu, aktor sekaligus pembawa acara Indonesia Butet Kartaredjasa mengatakan, pengamalan Pancasila penting untuk mencegah stunting.
"Apabila orang mengamalkan Pancasila, maka tidak akan terjadi stunting," katanya.
Baca juga: Siapakah Perancang Lambang Garuda Pancasila?
Menurut Butet, nilai yang terkandung dalam Pancasila adalah gotong-royong dari seluruh masyarakat yang dapat mencegah stunting karena saling membantu sesama.
Melalui kegiatan tersebut diharapkan dapat menghasilkan berbagai solusi dan aksi nyata, sehingga upaya penanggulangan stunting menjadi lebih efektif.
Kehadiran berbagai pihak menunjukkan adanya sinergi dan kolaborasi yang kuat antarsektor dalam menangani masalah stunting yang komprehensif dan terintegrasi.