KOMPAS.com - Pemerintah kini mulai mengantisipasi bencana kekeringan yang terjadi setiap musim kemarau, di antaranya kebakaran hutan dan lahan ( karhutla) serta kurangnya cadangan air dalam tanah.
Guna mengantisipasi karhutla, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove ( BRGM) menggunakan strategi rewetting atau pembasahan, revegetasi, dan revitalisasi ekonomi masyarakat (3R).
Sepanjang 2022 lalu, BRGM berhasil merestorasi 244.168 hektar (ha) lahan gambut di tujuh provinsi wilayah kerja gambut BRGM.
Salah satu wilayah kerja BRGM dalam kegiatan restorasi gambut adalah Sumatera Selatan (Sumsel).
Pada 2022, wilayah gambut yang telah berhasil direstorasi seluas 35.638 ha yang terdiri dari pembangunan sekat kanal sebanyak 96 unit, kegiatan revegetasi demplot dan pemeliharaan seluas 35 ha, dan revitalisasi ekonomi sebanyak 22 paket kepada kelompok masyarakat.
Baca juga: BRGM Dampingi Komunitas Lokal Perempuan Kelola Mangrove Jadi Bahan Pewarna Alami Kain
Kepala Kelompok Kerja Restorasi Gambut Wilayah Sumatera Soesilo Indrarto mengatakan, memasuki musim kemarau ini, BRGM selalu memantau fungsi dari Infrastruktur Restorasi Gambut (IRG).
"Semuanya dilakukan melalui sekat kanal, sumur bor, dan kanal timbun dengan melibatkan masyarakat setempat. Pada 2023, diperkirakan restorasi gambut di provinsi Sumsel dapat membasahi lahan gambut seluas 11.459 ha," papar Soesilo melalui keterangan persnya, Rabu (10/5/2023).
Guna mencegah karhutla pada lahan gambut, BRGM melibatkan kelompok masyarakat dalam Operasi Pembasahan Gambut Rawan Kekeringan (OPGRK) dan Operasi Pembasahan Cepat Lahan Gambut Terbakar (OPCLGT).
Masyarakat juga diberikan pelatihan dengan membuka lahan tanpa bakar dan menggunakan nutrisi tanaman secara alami.
Baca juga: BRGM bersama Tim P5 Susun Sarana Edukasi tentang Ekosistem Gambut untuk Murid SMA/SMK
Pokmas Karya Utama merupakan kelompok binaan BRGM yang berlokasi di Desa Siju, Kecamatan Rambutan, Banyuasin, Sumsel. Mereka mendapatkan pelatihan membuka lahan tanpa bakar.
Selain itu, kelompok tersebut juga melakukan budi daya sayur oyong, terong, cabai, timun, dan pare di lahan seluas 2 ha. Meski baru dibentuk pada Mei 2022, pokmas ini berhasil meraup keuntungan puluhan juta rupiah dalam sekali panen.
Ketua Pokmas Karya Utama, Sukron mengatakan, pokmas ini dibentuk karena wilayah Desa Siju yang rawan kebakaran. Masyarakat awalnya membuka lahan dengan cara dibakar.
“Alhamdulillah setelah mendapatkan pelatihan, kami bisa membuka lahan tanpa bakar serta perawatan tanaman hingga panen. Dalam sekali panen, kami memperoleh penghasilan sekitar Rp 30-45 juta. Hal ini sangat membantu meningkatkan pendapatan kami,” jelas Sukron.
Baca juga: Ketua BRGM Berharap Program Rehabilitasi Bisa Pulihkan Fungsi Ekologis dan Ekonomi Mangrove
Hal senada disampaikan oleh anggota Pokmas Karya Utama bernama Rengki. Menurutnya, budi daya sayur dengan pendampingan dari BRGM sangat membantunya mendapatkan penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
"Selama ini saya bekerja mengolah karet dengan upah yang kurang, tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Melalui pendampingan, saya mendapatkan ilmu baru dalam mengolah sayur. Hasilnya pun memuaskan, sayur berkualitas baik dan pendapatan saya jauh bertambah. Harapannya, program ini terus dilanjutkan,” harap Rengki.
Meski mendapatkan sambutan yang positif, sejumlah warga mengaku bahwa ada sejumlah kendala yang dihadapi Pokmas Karya Utama. Masalah yang paling umum terjadi adalah hama dan harga pupuk yang tinggi.
“Kadang nggak semua hasil sayur berkualitas baik. Ada juga yang kurang bagus. Untuk membasmi hama sendiri, kami menggunakan bahan yang ada, tetapi untuk takarannya kami masih asal-asalan," cerita Sukron.
Baca juga: Kepala BRGM Sebut Restorasi Gambut di Kubu Raya, Kalbar Didukung Banyak Pihak
"Selain itu, harga pupuk yang mahal ditambah dengan biaya ongkos kirim sangat memberatkan modal kami. Oleh karenanya, kami berharap ada pendampingan pembuatan pestisida alami, dan pembuatan pupuk," lanjutnya.