KOMPAS.com - Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Adi Suryanto mengatakan, sosial kultural merupakan salah satu pelatihan bagi para ASN yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi peserta.
"Utamanya dalam mempromosikan sikap toleransi, keterbukaan, peka terhadap perbedaan individu atau kelompok masyarakat," Adi dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (1/2/2022).
Tak hanya itu, kata dia, pelatihan sosial kultural juga berperan untuk menjaga, mengembangkan, dan mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa serta bernegara Indonesia.
“Tidak lupa ASN yang telah mengikuti pelatihan sosial kultural diharapkan mampu menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam mempersatukan masyarakat dan membangun hubungan sosial psikologis dengan masyarakat di tengah kemajemukan Indonesia,” imbuhnya.
Dengan hubungan yang baik, lanjut dia, maka akan menciptakan kelekatan yang kuat antara ASN dan para pemangku kepentingan serta di antara para pemangku kepentingan itu sendiri.
Baca juga: Jokowi: ASN Perlu Difasilitasi Lingkungan Kerja yang Smart, Nyaman, Produktif
Untuk diketahui, pelatihan sosial kultural adalah salah satu program dari tiga pelatihan selain pelatihan kepemimpinan dan pelatihan teknis. Pelatihan yang wajib diikuti minimal 20 jam per tahun mutlak dilakukan sebagai pengembangan kompetensi ASN.
Penyelenggaran pelatihan sosial kultural sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan-RB) Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan ASN.
Pada Permenpan-RB tersebut menyebutkan standar kompetensi jabatan ASN yang semula dilaksanakan dalam lima level telah disederhanakan menjadi tiga level. Hal ini dilakukan tanpa mengurangi substansi, dan indikator perilaku yang ada dari masing-masing level.
Adi menjelaskan, pelatihan sosial kultural dibagi menjadi tiga jenjang, yaitu pelatihan sosial kultural jenjang satu, dua, dan tiga.
Baca juga: Platform E-Learning ASN Unggul Jadi Solusi Pelatihan ASN di Tengah Pandemi
“Tentunya kompetensi yang dicapai juga akan berbeda beda. Di jenjang satu di diberikan kompetensi untuk memahami, mengenali, dan menerima keragaman sosial kultural,” ujarnya.
Jenjang dua, lanjut Adi, memberikan kompetensi untuk mengembangkan dan mempromosikan keragaman sosial kultural.
Sementara itu, di jenjang tiga memberikan kompetensi untuk mewujudkan lingkungan yang produktif di tengah keragaman sosial kultural.
"Ketiga jenjang tersebut bisa diselenggarakan oleh lembaga pelatihan yang telah terakreditasi oleh LAN dengan kurikulum yang terdiri atas mata pelatihan generik dan mata pelatihan muatan lokal," paparnya.
Lebih lanjut, Adi menjelaskan, mata pelatihan generik disusun dan dikembangkan oleh LAN dan dilakukan melalui pelatihan mandiri. Pelatihan ini menggunakan metode pembelajaran daring secara tidak langsung (asynchronous) bertempat di tempat kedudukan peserta.
Baca juga: LAN Luncurkan 8 Karya Tulis Ilmiah, ASN Unggul Mobile, dan Aplikasi Gamifikasi
“Sedangkan mata pelatihan muatan lokal disusun dan dikembangkan oleh lembaga penyelenggara pelatihan. Pelatihan ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode daring secara langsung (synchronous), pembelajaran klasikal, distance learning, dan metode lain sesuai dengan kebutuhan,” ujarnya.