KOMPAS.com - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mendorong Pertamina meningkatkan implementasi program Subsidi Tepat kepada masyarakat.
Salah satunya, dengan melaksanakan perluasan penerapan implementasi menyeluruh (full cycle) untuk jenis bahan bakar tertentu (JBT) Solar subsidi menggunakan fitur quick respons (QR) code.
Program tersebut dirancang sebagai alat pengendalian pendistribusian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Tujuannya, untuk memastikan hanya orang yang berhak yang dapat membeli BBM tersebut.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati mengatakan, penerapan full cycle memudahkan operator stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dalam mengidentifikasi masyarakat yang berhak menggunakan JBT Solar.
Baca juga: BPH Migas Monitoring Kesiapan Pembangunan Jargas Mandiri di Yogyakarta dan Sleman
Hal itu dikatakan Erika saat melakukan kunjungan lapangan dalam rangka pengawasan BBM di SPBU Jalan Airport Ngurah Rai, Bali, Jumat (17/3/2023).
“Implementasi program Subsidi Tepat membutuhkan kerja sama seluruh pihak, baik Pertamina sebagai badan usaha penugasan, pemilik SPBU, operator lapangan, maupun masyarakat sendiri. Dengan begitu, tidak ada lagi kendaraan yang menyalahgunakan distribusi JBT Solar,” ujar Erika dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (18/3/2023).
Pada kesempatan tersebut, Erika juga sempat berbincang dengan konsumen yang tengah mengantre mendaftarkan kendaraannya untuk mendapatkan QR code.
Berdasarkan pantauan BPH Migas, pelaksanaan program di wilayah Bali berjalan lancar dan tepat sasaran.
Baca juga: BPH Migas Akan Sesuaikan Tarif Dasar Jargas dengan Ekonomi Masyarakat
Adapun konsumen pengguna yang telah melengkapi sejumlah persyaratan, seperti foto Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), foto diri, foto kendaraan tampak keseluruhan, dan foto kendaraan tampak depan nomor polisi, hanya membutuhkan waktu lima menit untuk mendapatkan QR code.
Dalam implementasi program Subsidi Tepat, lanjut Erika, Pertamina sebagai badan usaha penugasan melakukan verifikasi dan pencocokan data.
“Hal itu dilakukan sebagai langkah awal penghimpunan data base konsumen, termasuk penentuan konsumen mana yang berhak mendapatkan subsidi sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak,” terang Erika.
Pada kesempatan sama, Komite BPH Migas Basuki Trikora Putra menambahkan, QR code harus dijaga kerahasiaannya oleh setiap pengguna guna meminimalkan tindak penyalahgunaan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Baca juga: BPH Migas dan PGN Tinjau Langsung Pembangunan Jargas di Sleman
Hal itu mengingat QR code berisi volume BBM yang menjadi hak konsumen.
“Masyarakat yang sudah memiliki QR code harus menjaga dengan baik dan jangan diletakkan di sembarang tempat. Pasalnya, berisiko disalahgunakan pihak lain karena QR code merupakan milik pribadi. (Informasi) mengenai volume BBM juga ada di situ. Jadi, bisa saja dipakai oleh orang lain yang tidak bertanggung jawab,” tegas Basuki.
Sebagai informasi, konsumen pengguna yang belum mendapatkan QR code bisa memperoleh melalui sejumlah cara, selain mendaftar secara langsung pada program Subsidi Tepat lewat website atau aplikasi My Pertamina.
Salah satunya melakukan pendaftaran di 1.300 titik booth offline yang tersebar di seluruh Indonesia.
Baca juga: Monitoring Pembangunan Jargas, BPH Migas Kunjungi PGN SOR III Area Semarang
“Hal itu dilakukan untuk memudahkan masyarakat yang mengalami kesulitan saat melakukan pendaftaran di website,” imbuhnya.
Masyarakat yang sudah mendapatkan QR code atau terdaftar di website Subsidi Tepat bisa membeli solar subsidi dengan volume sesuai dengan SK BPH Migas Nomor 04/P3JBT/BPH Migas/KOM/2020 tentang Pengendalian Penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu oleh Badan Usaha Pelaksana Penugasan pada Konsumen Pengguna Transportasi Kendaraan Bermotor untuk Angkutan Orang atau Barang.
Untuk diketahui, beleid tersebut telah mengatur konsumsi harian BBM bersubsidi, yakni 60 liter per hari untuk roda 4 pribadi serta 80 liter per hari untuk roda 4 angkutan barang dan umum.
Sementara, untuk angkutan barang dan umum roda 6 atau lebih, dibatasi maksimal 200 liter per hari per kendaraan.