KOMPAS.com - Kepala Badan Pengatur Hilir (BPH) Minyak dan Gas Bumi (Migas) M. Fashurullah Asa atau yang biasa disapa Ifan mengatakan, pembangunan Pipa Gas Bumi Trans Kalimantan merupakan tindak lanjut dari Rencana Induk Gas Bumi Tahun 2012-2025.
“Kementerian ESDM telah merencanakan pembangunan jalur Pipa Gas Bumi Trans Kalimantan dari Bontang - Banjarmasin - Palangkaraya – Pontianak, sepanjang 2.219 kilometer (km),” kata Ifan, seperti dalam keterangan tertulisnya.
Ifan sendiri mengatakan itu saat hadir dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Supply and Demand gas bumi Kalimantan, di Grand Mahkota Hotel Pontianak, Selasa (3/12/2019).
BPH Migas terus mendorong terwujudnya Pipa Gas Bumi Trans Kalimantan karena nantinya, akan berguna untuk mengangkut gas bumi dari Bontang Kalimantan Timur, guna memenuhi kebutuhan energi Kalimantan.
Pembangunan pipa Trans Kalimantan juga dapat membantu mengurangi defisit perdagangan, melalui peningkatan pemanfaatan gas bumi sebagai substitusi bahan bakar minyak, terutama pada sektor kelistrikan dan pertambangan.
Baca juga: Dalami Supply and Demand Gas di Kalimantan, BPH Migas Adakan FGD
Menurut Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko yang turut hadir pada FGD tersebut, pembangunan Pipa Gas Bumi Trans Kalimantan sejalan dengan visi presiden.
“Upaya pembangunan Pipa Gas Bumi Trans Kalimantan sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo yang memprioritaskan lima aspek khususnya pembangunan infrastruktur,” kata Moeldoko.
Kelima aspek yang dimaksud meliputi infrastruktur, investasi, kualitas sumber daya manusia, reformasi birokrasi, dan APBN yang tepat sasaran.
Kebutuhan gas bumi di Kalimantan pada 2018 (diluar Ekspor/Komitmen Liquefied natural gas/LNG) hanya sebesar 675,21-696,40 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD), atau Juta Standar Kaki Kubik per Hari (gas).
Baca juga: Luhut soal Penurunan Lifting Migas: Kita Punya Data 1,6 Miliar Barrel...
Namun dengan adanya rencana pemindahan ibu kota serta antisipasi dikeluarkannya kebijakan konversi pembangkit berbahan bakar batubara dan BBM ke gas bumi, potensi demand gas bumi Kalimantan diperkirakan meningkat hingga 92 persen dari kebutuhan saat ini yaitu 1.214 MMSCFD.
“Oleh karena itu, BPH Migas perlu mengatur dan fokus menciptakan demand, sedangkan pasokan gas untuk Pipa Gas Bumi Trans Kalimantan tidak ada masalah,” kata Ifan.
Berdasarkan Neraca Gas Bumi Indonesia 2018-2027, potensi pengembangan sumber gas wilayah Kalimantan masih amat besar.
Pasokan gas bumi di Kalimantan pada 2024 diperkirakan mencapai 2.075,35 - 2.609,49 MMSCFD.
Rinciannya terdiri dari existing 1.388,09 MMSCFD, project on going 26,91 MMSCFD, dan 2 project hulu yang akan first gas in dari Indonesia Deepwater Development (IDD) dan Eni Muara Bakau Ltd sebesar 1.218,20 MMSCFD.
Potensi supply gas bumi juga terdapat di beberapa wilayah kerja (WK) eksploitasi sekitar Natuna, seperti WK Kakap, WK blok A, WK Natuna Sea B, dan WK Duyung.
Baca juga: Atasi Defisit Perdagangan 2020, BPH Migas Siapkan Sejumlah Langkah
Terlebih, terdapat potensi kelebihan pasokan gas bumi sebanyak 40 kargo LNG (gas alam cair) hingga tahun 2025 yang belum ada pembelinya (uncommited) sebesar 116.769,6 MMSCF (53,317 MMSCFD) atau setara 266,585 MW.
Potensi tersebut berasal dari dua fasilitas gas utama Indonesia, LNG Tangguh dan Bontang.
Tak cuma itu, berdasarkan Neraca Gas Bumi tahun 2018 – 2027, terdapat potensi pasokan gas bumi di Kalimantan Timur mencapai 400 sampai 1.600 MMSCFD.
Melihat potensi kebutuhan Gas Bumi di Kalimantan Barat tersebut, diperlukan adanya kepastian pasokan gas bumi, pengembangan pasar LNG, pengembangan Wilayah Jaringan Distribusi (WJD), untuk disambungkan melalui pipa transmisi setelah WJD berkembang.
Pengembangan tersebut akan mendukung peningkatan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Demand gas bumi di Kalimantan juga diperkiarakan datang dari sektor industri kelistrikan.
Berdasarkan data Rencana Umum Kelistrikan Nasional (RUKN) tahun 2019 – 2038, kapasitas pembangkit listrik PLTD dan PLTU Batubara di Provinsi Kalimantan Barat adalah 437 MW.
Dengan kapasitas tersebut, apabila pemerintah mengeluarkan kebijakan konversi bahan bakar pembangkit dari batubara dan BBM menjadi Gas Bumi, diperkirakan pasokan gas bumi yang dibutuhkan sebesar 87,4 MMSCFD
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat mengatakan, sejak 3 tahun terakhir PT PLN (Persero) membeli listrik dari Malaysia sebesar 170 Mega Watt dengan harga Rp. 1.050/kwh.
Untuk menggantikan konsumsi listrik yang dibeli dari Malaysia, PLN berencana membangun dua pembangkit listrik di Pontianak yaitu PLTU dengan daya sebesar 100 MW, dan PLTG dengan daya sebesar 100 MW.
Baca juga: Pantau Sistem Kelistrikan di Seluruh Indonesia, PLN Bangun P2IS
Hal tersebut berpotensi menambah jumlah kebutuhan gas bumi untuk daerah Kalimantan Barat.
Sementara itu, potensi kebutuhan gas bumi juga datang dari sektor Industri.
Rencana pengembangan Kawasan Industri Landak dan Ketapang serta industri lain di Kalimantan Barat diperkirakan membutuhkan pembangkit listrik sebesar 592 MW.
Nah, apabila menggunakan pembangkit listrik berbasis gas bumi, maka potensi demand akan sebesar 118,4 MMSCFD.
Potensi demand pemanfaatan gas bumi di Kalimantan berasal dari banyaknya industri dan pembangkit listrik yang menggunakan batubara dan BBM jenis Solar.
Berdasarkan informasi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Mempawah, saat ini PT Pengembang Pelabuhan Indonesia sedang mengembangkan Terminal Kijing Pelabuhan Pontianak dengan luas kurang lebih 1.350 Ha.
Diperkirakan, pelabuhan tersebut membutuhkan pembangkit listrik sebesar 8,3 MW atau setara potensi demand gas bumi sebesar 1,7 MMSCFD.
Pemerintah Kabupaten Mempawah pun mengusulkan kepada Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus, untuk mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sungai Kunyit di lahan seluas kurang lebih 5.000 Ha.
Diperkirakan, dalam pengembangan KEK tersebut dibutuhkan pembangkit sebesar 310 MW atau sebanding dengan potensi demand gas bumi sebesar 62 MMSCFD.
Baca juga: Gas Bumi Indonesia Jauh Lebih Murah Dibanding Singapura dan China
Demand gas juga bisa datang dari aktivitas PT Indonesia Asahan Aluminum (Persero) atau Inalum dengan PT Borneo Alumina Indonesia (PT BAI).
Kedua perusahaan ini melakukan pencanangan pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery, di Desa Bukit Batu Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.
Smelter tersebut diperkirakan membutuhkan pasokan listrik sebesar 75 MW, atau sebanding dengan potensi gas bumi sebesar 15 MMSCFD.
Di sektor Industri sendiri, berdasarkan realisasi volume solar non subsidi yang telah diverifikasi BPH Migas tahun 2018 sebesar 535.534 kiloliter (KL). Volume tersebut setara dengan potensi demand gas bumi sebesar 49,8 MMSCFD.
Total potensi demand gas bumi Kalimantan Barat yang ada saat ini diperkirakan mencapai 334,3 MMSCFD.
Untuk mencapai target peningkatan pemanfaatan gas bumi di Kalimantan, terdapat tantangan yang akan dihadapi.
Tantangan tersebut meliputi harga gas bumi yang lebih mahal dibanding batubara, dan kebijakan target bauran energi yang lebih memihak peningkatan pemanfaatan batubara untuk kepentingan dalam negeri.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Badan Pengatur mengusulkan beberapa saran yaitu, evaluasi dan penyusunan kebijakan terkait Domestic Market Obligation (DMO) gas bumi.
Kemudian mengutamakan penggunaan gas bumi untuk industri berbasis solar dan batubara, perencanaan peningkatan penggunaan gas bumi 5 - 10 tahun ke depan, serta transparansi struktur biaya produksi gas bumi di sektor hulu migas.
Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Bappenas sedang melakukan pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024.
Baca juga: DPR Sebut Perluasan Penggunaan Gas Bumi Bakal Hemat Subsidi Energi
Rencana pembangunan tersebut akan menjadi acuan pembangunan nasional selama lima tahun ke depan, di mana salah satu major project yang diusulkan adalah pembangunan Ruas Pipa Tansmisi Gas Bumi Trans Kalimantan.
Pembangunan infrastruktur energi menjadi hal yang penting karena dapat membuat roda perekonomian berjalan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
Kemudian membantu pemerintah dalam pemenuhan energi dan pemanfaatan gas bumi, meningkatkan kemampuan distribusi gas bumi ke seluruh wilayah Kalimantan, dan mewujudkan Kalimantan menjadi kawasan Green Energy.
Moeldoko mengatakan, pembangunan Pipa Gas Trans Kalimantan dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Salah satu indikatornya adalah terwujudnya keadilan energi dan keadilan wilayah terutama Kalimantan yang telah memberikan konstribusi besar pada sektor energi untuk NKRI,” kata Moeldoko.
Saat ini, data BPH Migas menunjukkan, panjang pipa hilir gas bumi di Kalimantan hanya sekitar 702,38 km atau 4,94 persen dari total panjang pipa gas hilir di Indonesia yaitu 14.223,79 km.