KOMPAS.com - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Sekretariat Bersama (Sekber) Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE) akan mengevaluasi kebijakan sebagai upaya untuk memperkuat strategi deradikalisasi dan pemutusan kekerasan (disengagement) dalam fase kedua RAN PE.
Direktur Kerja Sama Regional dan Multilateral Kedeputian Bidang Kerja Sama Internasional BNPT, Dionisius Elvan Swasono berharap semua pihak dapat memberikan masukan mengenai kebijakan yang telah diterapkan.
"Evaluasi ini bertujuan untuk memperkuat kebijakan deradikalisasi dan disengagement dalam fase kedua RAN PE,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (29/7/2024).
Baca juga: Gelar FGD, Pemkab Blora Tawarkan Berbagai Peluang Investasi
Pernyataan tersebut disampaikan Dion dalam Focus Group Discussion (FGD) Tematik Peraturan Presiden (Perpres) RAN PE Tahun 2025-2029 di Depok, Senin. Kegiatan ini mengangkat tema “Deradikalisasi dan Pemutusan Kekerasan (Disengagement) untuk Rehabilitasi dan Reintegrasi”.
Menurut Dion, salah satu strategi baru untuk memperkuat kebijakan deradikalisasi adalah penambahan masa program bagi warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang masih teridentifikasi berisiko tinggi melakukan aksi kekerasan kembali.
"Mereka yang telah menjalani hukuman dan mengikuti program deradikalisasi akan mendapatkan tambahan masa deradikalisasi jika masih tergolong 'merah'. Program ini sudah diterapkan di negara tetangga kita, Australia," jelasnya.
Dalam FGD ketujuh tersebut, Kepala Sub Direktorat Bina Lapas Khusus Teroris Kolonel Marinir Wahyu Herawan membahas tantangan dalam deradikalisasi serta langkah antisipasinya.
"Keberhasilan program perubahan ideologi sulit diukur jika sasaran melakukan taqiyyah (berpura-pura). Kami mengantisipasi hal ini dengan menjaga kerahasiaan metode tes kami dan menggunakan alat khusus," ujarnya.
Sementara itu, Executive Director Yayasan Prasasti Perdamaian Taufik Andire mewakili organisasi masyarakat sipil merekomendasikan tinjauan berkala untuk setiap program.
Baca juga: PBNU Larang Pengurusnya Minta Iuran ke Warga untuk Biayai Kegiatan Organisasi
"Perlu dilakukan review secara reguler untuk menilai efektivitas program deradikalisasi dan disengagement yang dilaksanakan oleh kementerian atau lembaga (K/L), pemerintah daerah (pemda), maupun civil society organization (CSO)," tuturnya.
Sebagai informasi, dalam FGD tersebut juga hadir perwakilan dari berbagai kementerian terkait, termasuk Kementerian Koordinasi Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) Kementerian Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).