KOMPAS.com – Badan Pengelola Keuangan Haji ( BPKH) menegaskan komitmennya untuk terus berkontribusi dalam ekosistem haji di Indonesia dengan menjaga keberlanjutan pembiayaan haji.
Dengan mandat utama mengelola setoran awal jemaah haji, per Oktober 2025 dana kelolaan BPKH telah mencapai Rp 176,3 triliun. Angka ini mengalami pertumbuhan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 167,9 triliun.
BPKH kemudian bertugas mengembangkan dana tersebut melalui investasi untuk menghasilkan nilai manfaat, yang bertujuan meringankan beban biaya pelunasan ibadah haji bagi jemaah serta meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji.
Melalui pengembangan nilai manfaat secara optimal dan berkelanjutan dari BPKH, Pemerintah Indonesia dapat mempertahankan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) pada tingkat yang terjangkau.
Penetapan BPIH 1447 Hijriah (H) atau 2026 Masehi (M) yang lebih rendah dari tahun 2025 membuktikan kontribusi signifikan BPKH dalam ekosistem penyelenggaraan ibadah haji.
Baca juga: BPIH 2026 Turun Rp 2 Juta, BPKH Siap Salurkan Nilai Manfaat untuk Topang Biaya Haji
Pada 29 Oktober 2025, Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) resmi menetapkan BPIH 2026 sebesar Rp 87,4 per jemaah, turun Rp 2 juta dibandingkan BPIH 2025 senilai Rp 89,4 juta per jemaah.
Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menyampaikan bahwa penurunan BPIH 2026 merupakan hasil pembahasan intensif antara DPR RI, pemerintah, dan BPKH.
Dari total BPIH tersebut, biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang wajib dibayar langsung oleh jemaah haji sebesar Rp 54,2 juta atau 62 persen dari total BPIH.
Sementara itu, sisa 38 persen BPIH akan ditanggung oleh BPKH melalui penyaluran nilai manfaat pengelolaan dana haji senilai Rp 33,2 juta per jemaah.
Melalui skema ini, BPKH tidak hanya memastikan dana setoran jemaah aman dan produktif, tetapi juga berperan aktif dalam menciptakan keadilan biaya haji. Pasalnya, jemaah yang berangkat mendapat subsidi dari hasil investasi yang dikumpulkan selama masa tunggu.
Baca juga: Era Baru Tata Kelola Haji, BPKH Tetap Pegang Kendali Kelola Dana Umat
Reformasi tata kelola haji melalui pembentukan Kemenhaj, yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2025 tentang Ibadah Haji dan Umrah, semakin mempertegas penguatan peran BPKH.
Dalam tata kelola sebelumnya, BPKH kerap dipersepsikan sebagai kasir atau juru bayar yang hanya mengeksekusi pengeluaran berdasarkan permintaan operator yang kala itu dipegang oleh Kementerian Agama.
Namun, di bawah UU Nomor 14 Tahun 2025 Pasal 46 Ayat 4, BPKH diberikan kewenangan untuk terlibat dalam penetapan BPIH bersama Menteri Haji dan Umrah serta DPR RI.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah dalam Diskusi Publik bersama Asosiasi Kebersamaan Pengusaha Travel Haji dan Umrah (Bersathu) di Ballroom Novotel, Tangerang City, Banten, Senin (29/9/2025).
Baca juga: 5 Syarat Umrah Mandiri Sesuai UU Haji dan Umrah 2025, Wajib Diketahui Calon Jemaah
“Revisi UU Haji menyatakan bahwa BPKH tidak hanya sebagai kasir, tetapi juga terlibat dalam pembentukan BPIH. Nah, di situlah peran kami bertambah,” ujar Fadlul, dilansir dari kanal YouTube Generasi Haji ID, Rabu (15/10/2025).
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rumadi Ahmad menilai, keterlibatan BPKH dalam penetapan BPIH merupakan salah satu wujud penguatan fungsinya dalam UU terbaru.
“Selama ini, BPKH fungsinya hanya seperti kasir. Sekarang, melalui UU yang baru, BPKH dilibatkan dalam proses-proses di DPR. Itu salah satu penguatan (fungsinya) dalam UU yang baru,” ujar Rumadi dalam acara Serambi Nusantara yang digelar TV NU, Senin (29/9/2025).
Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam investasi dana umat. Pasalnya, BPKH memiliki mandat moral yang sangat tinggi untuk mengelola dana secara hati-hati, transparan, akuntabel, dan syariah.
Baca juga: Optimalkan Nilai Manfaat bagi Jemaah, BPKH Komitmen Kelola Dana Haji secara Hati-hati
Oleh karena itu, keputusan investasi harus mampu menjaga risiko serendah mungkin, tetapi tetap menghasilkan nilai manfaat yang optimal.
Dalam kesempatan tersebut, Rumadi juga menyatakan dukungannya terhadap pemisahan BPKH dan Kemenhaj. Menurutnya, pengelolaan keuangan dan pelaksanaan operasional haji rawan terjadi konflik kepentingan jika berada dalam satu atap.
Senada dengan Rumadi, Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir juga mendukung pemisahan BPKH dan Kemenhaj untuk menjaga independensi pengelolaan keuangan haji.
“Kalau saya tetap terpisah biar (BPKH) jadi independen. Kalau di satu lembaga biasanya ada banyak problem,” ucapnya.
Baca juga: Jaga Amanah Umat, BPKH Jamin Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Dana Haji
Pernyataan tersebut disampaikan Haedar dalam acara Penandatanganan Nota Kesepahaman antara PP Muhammadiyah dengan BPKH diikuti Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dengan PP Aisyiyah di Yogyakarta, Kamis (31/7/2025).
Sebelumnya, hal serupa juga ditegaskan Ketua PP Muhammadiyah Bidang UMKM, Pemberdayaan Masyarakat, dan Lingkungan Hidup, Buya Anwar Abbas saat konferensi pers di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Ia mengatakan bahwa Muhammadiyah mendukung pemisahan fungsi pengelolaan keuangan dan penyelenggaraan haji seperti yang kini tengah berjalan.
“Kalau saya, terus terang saja, lebih baik dipisah seperti sekarang. Cuma, kemandirian BPKH betul-betul harus dijunjung tinggi karena ini menyangkut pengelolaan dana yang sangat penting,” kata Buya Anwar.
Baca juga: BPKH Siap Pasok Kebutuhan 2 Juta Jemaah Haji dan Umrah Indonesia
Terkait penurunan BPIH pada penyelenggaraan haji 2026, Fadlul menyatakan bahwa BPKH berkomitmen untuk mendukung keputusan ini.
“Kami siap menyalurkan nilai manfaat dari hasil investasi dana haji yang kami kelola untuk menopang total biaya haji sesuai dengan porsi yang telah disepakati bersama. Kami pastikan ketersediaan dana untuk nilai manfaat tersebut aman dan siap digunakan,” jelasnya.
Menurut Fadlul, penurunan BPIH tidak hanya meringankan beban jemaah yang berangkat pada 2026, tetapi juga berperan krusial untuk menjaga keberlanjutan keuangan haji.
“Dengan efisiensi, penggunaan nilai manfaat dapat lebih terukur, sehingga hak-hak jemaah haji yang masih dalam antrean dapat tetap terjamin di masa depan,” ucapnya.
Baca juga: BPKH Pastikan Ketersediaan Dana untuk Salurkan Nilai Manfaat Biaya Haji 2026
Adapun proses penyaluran nilai manfaat akan dilakukan setelah Kemenhaj mengajukan besaran BPIH 2026 secara resmi kepada BPKH.
Pengeluaran keuangan haji untuk pembayaran BPIH 2026 akan dikirimkan BPKH ke rekening satuan kerja (satker) penyelenggara ibadah haji yang ditetapkan oleh Kemenhaj sesuai ketentuan perundang-undangan.
Untuk menjamin keamanan dan kelancaran penyelenggaraan ibadah haji, Fadlul menegaskan bahwa BPKH siap bersinergi dengan Kemenhaj dan seluruh pemangku kepentingan terkait.