KOMPAS.com - Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan bagi setiap umat Islam yang mampu. Namun, pelaksanaan haji di Indonesia bukan hanya soal spiritualitas.
Di balik perjalanan suci ini, terdapat ekosistem kompleks yang mencakup aspek agama, sosial, ekonomi, politik, hingga diplomasi luar negeri.
Ibadah haji menjadi kepentingan nasional karena melibatkan ratusan ribu warga negara Indonesia (WNI) yang berangkat ke Tanah Suci setiap tahunnya.
Pelaksanaan haji juga menyangkut pengurusan dokumen, akomodasi, transportasi, layanan kesehatan, dan pengelolaan dana haji yang totalnya mencapai triliunan rupiah.
Semua aspek tersebut memerlukan penanganan sistematis dan akuntabel melalui kerja sama lintas kementerian, lembaga, badan negara, dan pemangku kepentingan.
Baca juga: Kemendagri Koordinasi Lintas Kementerian Bahas Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu
Persiapan yang kompleks membuat penyelenggaraan ibadah haji harus dilaksanakan dengan sinergi kuat dan terarah untuk meminimalkan risiko, termasuk potensi pembengkakan biaya.
Sebagai penguat sinergitas lintas sektor, pemerintah Indonesia membentuk Badan Pengelola Keuangan Haji ( BPKH) pada 2017.
Pembentukan ini didasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
UU tersebut menegaskan pentingnya pengelolaan dana haji secara terpisah dan profesional agar dapat memberikan nilai manfaat optimal bagi jemaah.
Tugas utama BPKH adalah melaksanakan penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban keuangan haji.
Baca juga: Menabung Haji Kini Lebih Mudah, Ini Langkah BPKH di Timur Indonesia
Pasal 55 ayat 1-3 UU Nomor 34 Tahun 2014 menyatakan bahwa BPKH dapat berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait pengelolaan ibadah haji, jasa keuangan, dan investasi.
BPKH juga dapat bekerja sama dengan badan usaha atau lembaga, baik di dalam maupun luar negeri, dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan haji serta pengembangan dan pembinaan kelembagaan BPKH.
Berdasarkan UU tersebut, BPKH berperan sangat krusial dalam menjaga sinergitas lintas kementerian dan pemangku kepentingan demi menyukseskan pelaksanaan haji.
Dalam praktiknya, BPKH konsisten menjalin kerja sama dengan sektor perbankan syariah, seperti Bank Muamalat dan Bank Syariah Indonesia (BSI) untuk memperkuat posisi bank syariah di Indonesia dalam ekosistem haji dan umrah.
Baca juga: BPKH dan Bank Muamalat Luncurkan Kartu Haji Indonesia, Apa Itu?
BPKH juga berkolaborasi dengan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Kerja sama tersebut bertujuan untuk memperkuat sinergi dalam pengelolaan dana haji agar semakin profesional, transparan, dan memberikan manfaat yang lebih luas bagi umat Islam di Indonesia.
Selain UU Nomor 34 Tahun 2014, keberadaan BPKH juga diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2018 dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2017, yang mengatur struktur, fungsi, dan kewenangan BPKH secara detail.
Berdasarkan peraturan tersebut, struktur BPKH terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas.
Baca juga: DPR Nilai BPKH Layak Jadi Pemain Besar di Ekosistem Haji
Badan Pelaksana bertugas merencanakan, melaksanakan, mempertanggungjawabkan, dan melaporkan keuangan haji, sedangkan Dewan Pengawas berfungsi mengawasi seluruh proses tersebut.
Dengan fondasi hukum yang kuat, BPKH memiliki legalitas sekaligus tanggung jawab moral untuk menerapkan tata kelola yang modern dan berintegritas.
BPKH pun menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) sesuai arahan pemerintah untuk memastikan pengelolaan dana haji yang independen dan profesional.
Baca juga: BPKH Limited Bukukan Laba dan Dividen Sepanjang 2024, Ini Strategi Selanjutnya
Pelaksanaan ibadah haji di Indonesia kini memasuki babak baru, usai terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 154 Tahun 2024 tentang Pembentukan Badan Penyelenggara (BP) Haji serta revisi UU Nomor 8 Tahun 2019 terkait Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Sesuai perpres ini, penyelenggara ibadah haji akan beralih dari Kemeterian Agama ( Kemenag) ke BP Haji yang akan bertugas mulai 2026.
Kehadiran Perpres Nomor 154 Tahun 2024 pun memunculkan wacana bahwa BPKH akan dilebur menjadi satu dengan BP Haji. Hal ini mulai disuarakan oleh beberapa pihak.
Merespons hal tersebut, Dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang sekaligus Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul menyatakan bahwa BPKH tidak bisa digabungkan dengan BP Haji.
Baca juga: BP Haji Selenggarakan Haji Mulai 2026, Menag: Semoga Semakin Baik
“Demi asas integritas dan profesionalitas, mereka (BPKH dan BP Haji) harus dipisah. BPKH sendiri dan BP Haji sendiri,” ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (23/7/2025).
Adib berharap BPKH tetap menjadi lembaga independen dan bersinergi, termasuk dengan BP Haji.
Ia menekankan bahwa sinergi BPKH dan BP Haji tetap harus tetap terjalin, tanpa perlu melebur keduanya menjadi satu lembaga.
Menurut Adib, BPKH merupakan badan pengelola keuangan haji yang memegang peran sentral dan menjadi sorotan masyarakat.
“Sayang jika digabung karena BPKH, seharusnya menjadi titik sentral dalam mengelola keuangan yang transparan dan akuntabel,” tegasnya.
Baca juga: Menakar Potensi BPKH Menjadi Sovereign Halal Fund
Senada dengan Adib, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekaligus Penasihat Keagamaan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Choirul Sholeh Rasyid, menyatakan bahwa BPKH dan BP Haji tidak mungkin disatukan.
“Kalau dia (BPKH dan BP Haji) satu berarti nanti tidak fokus lagi, yang satu di pelayanan dan lainnya mengurus keuangan,” ujarnya, dilansir dari kanal YouTube TVNU Televisi Nahdlatul Ulama, Jumat (18/7/2025).
Choirul menilai rencana penggabungan BPKH dan BP Haji merupakan sebuah kemunduran, mengingat tujuan awal diterbitkannya UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji adalah agar dana haji dapat dikelola secara lebih profesional.
Menurut Choirul, sebaiknya BP Haji fokus pada aspek pelayanan haji, seperti transportasi, akomodasi, dan layanan lain yang meningkatkan kenyamanan jemaah.
Sementara itu, BPKH tetap berkonsentrasi pada pengelolaan dana jemaah dengan kehati-hatian, transparan, syariah, dan akuntabel, karena nilainya sangat besar.
Baca juga: Pengelolaan Dana Haji Dinilai Perlu Tetap Dipisah dari Penyelenggara Ibadah