KOMPAS.com – Sudah dua tahun Abdul Chalik (59) menderita gagal ginjal. Namun, ia tidak berputus asa dan terus menjalani hemodialisa atau cuci darah agar bisa sembuh atau nampak seperti sedia kala.
Semua berawal pada pertengahan 2018, ketika Abdul Chalik yang akrab disapa Abdul, merasa sakit pada bagian lambung.
Namun setelah diperiksa ternyata ginjal Abdul mengecil karena ada riwayat hipertensi dan gangguan pencernaan yang cukup parah.
Mengetahui hal tersebut, Abdul merasa sedih dan segera bertanya kepada dokter langkah apa yang bisa dilakukan untuk menangani penyakitnya.
Baca juga: Aplikasi Mobile JKN Penuhi Kebutuhan Peserta BPJS Kesehatan
“Dokter menyarankan untuk hemodialisa di Rumah Sakit ( RS) Umum Abdi Waluyo Menteng, Jakarta Pusat,” kata Abdul saat diwawancara kompas.com melalui telepon, Selasa (11/11/2020).
Sebagai informasi, hemodialisa merupakan prosedur yang dilakukan untuk menggantikan fungsi ginjal dalam menyaring darah.
Abdul menceritakan, saat menjalani hemodialisa pertama, dia belum menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Maka dari itu, untuk pengobatannya harus membayar Rp 1,6 juta sekali tindakan.
“Waktu itu untuk pembayarannya saya dibantu keluarga dan kerabat-kerabat,” ujarnya.
Baca juga: Menristek Minta Obat Modern Asli Indonesia Masuk ke Program JKN
Beberapa bulan kemudian, agar mendapat pelayanan hemodialisa yang lebih maksimal, Abdul pindah ke RS Cikini, Jakarta Pusat.
Namun, jadwal hemodialisa di RS Cikini sering penuh. Akibatnya, dia pernah tidak cuci darah selama satu pekan. Akhirnya, Abdul dirujuk ke RS Thamrin, Salemba, Jakarta Pusat.
Sama seperti rumah sakit sebelumnya, Abdul mengatakan, di rs tersebut dia juga menjalani hemodialisa dua kali dalam satu pekan, atau delapan kali dalam satu bulan.
“Didampingi adik atau kerabat saya, pengobatannya biasanya dilakukan Selasa dan Jumat jam 07.30 Waktu Indonesia Barat (WIB) sampai selesai,” ujarnya.
Baca juga: Mobile JKN, Jawaban Kemudahan Layanan Kesehatan di Masa Pandemi
Sebelum menjalani hemodialisa, Abdul mengatakan, dia biasa melakukan kontrol ke dokter internis atau penyakit dalam, kemudian barulah mengantre untuk hemodialisa.
Selama dua tahun menjalani proses hemodialisa di RS Thamrin Salemba, Abdul merasa memperoleh layanan yang cukup baik dan memadai. Selama itu pula, Abdul selalu menggunakan JKN-KIS untuk membantu pembiayaannya.
Saat ini, Abdul terdaftar sebagai peserta penerima bantuan iuran (PBI) sehingga dia tidak perlu membayar premi apapun setiap bulannya. Ia mengaku mengenal JKN-KIS dari sosialisasi yang dilakukan ketua Rukun Tetangga (RT) tempat dia tinggal.
Baca juga: Ini Dia Faskes Paling Berkomitmen Terhadap Mutu Pelayanan JKN-KIS
“Dulu belum berminat, tapi ternyata kelurahan sudah mendaftarkan jadi saya pakai sampai sekarang,” jelas Abdul yang tinggal di Karbela IV, Nomor 11, RT 06 RW 04, Jakarta Pusat.
Ke depannya, Abdul berharap, pelayanan BPJS Kesehatan bisa lebih baik lagi dan mengalami peningkatan.