KOMPAS.com - Tugina (53) tak bisa menahan tangis ketika menceritakan kondisi suaminya Alex Hastomi Sohar (56), yang harus menjalani cuci darah selama 7 tahun terakhir akibat penyakit gagal ginjal.
Perempuan yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Babatan, Bengkulu itu pun tak pernah menyangka suaminya mengidap gagal ginjal kronis.
“Suami saya tidak punya riwayat sakit apapun, darah tinggi tidak ada apalagi kencing manis,” jawab Tugina dengan parau kepada Kompas.com melalui telepon, Selasa (13/10/2020).
Alex hanya mengeluhkan lemas seperti orang sakit biasa pada umumnya. Hal ini membuat Tugina tak terpikir bahwa suaminya mempunyai penyakit kronis.
Baca juga: Lindungi Pekerja Sektor Koperasi dan UMKM, Kemenkop UKM Sinergi dengan BPJS Ketenagakerjaan
“Ya sudah akhirnya pada Oktober 2012 saya bawa bapak ke dokter ahli penyakit dalam. Dokter di sana mendiagnosis sakit maag dan memberi resep obat untuk mual dan keluhan lainnya,” kata Tugina.
Karena pegawai negeri sipil (PNS), Tugina dan suami waktu itu memanfaatkan Asuransi Kesehatan (Askes) untuk berobat dan mendapatkan fasilitas kesehatan.
Namun, setelah beberapa kali menjalani pemeriksaan, Tugina merasakan keanehan. Sebab, tidak ada perubahan pada kondisi suaminya.
Akhirnya, keluarga besar Tugina menyarankan pengobatan Alex dipindah ke rumah sakit (rs) di Jakarta agar penyakitnya dapat diketahui secara pasti.
Baca juga: Validasi Data Kepesertaan Pekerja, BPJS Kesehatan Gandeng Kemnaker
Tugina bersama suaminya menerima saran tersebut dan memutuskan pergi ke RS Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta. Di sana, Alex menjalani rawat inap selama kurang lebih 30 hari, mulai dari Januari - Februari 2013.
Selama menjalani perawatan, Alex harus melewati beberapa macam tes. Bahkan, dokter di sana melakukan observasi dengan menampung urinenya selama 24 jam.
“Dari sinilah, dokter memutuskan bapak harus cuci darah karena sudah mengalami gagal ginjal stadium 4,” ujar ibu tiga anak ini.
Setelah menjalani perawatan di RSPAD Gatot Soebroto dan dianjurkan cuci darah, hal pertama yang harus dijalani Alex adalah melakukan pemasangan alat pada tubuhnya. Caranya dengan operasi kateter double lumen dan cimino.
Untuk operasi double lumen Alex dilakukan pada bagian leher. Double lumen adalah pipa atau selang yang dimasukkan ke pembuluh vena di leher. Sementara itu, operasi cimino Alex dilakukan pada bagian lengan bawah.
Alex melakukan kedua operasi tersebut di RSPAD Gatot Soebroto. Usai beberapa hari perawatan di sana, dia pun sudah diperbolehkan kembali ke Bengkulu.
Namun, belum lama setelah operasi tersebut, cimino Alex mengalami hambatan atau tidak lancar. Kemudian, dia dibawa ke RS Umum Daerah (RSUD) Dr. M. Yunus Bengkulu untuk operasi cimino yang kedua di bagian lengan atas.
Baca juga: Andalkan BPJS Kesehatan, Pria Ini Berjuang Sembuh dari Gagal Ginjal
Sayangnya, RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu waktu itu belum mampu melakukan operasi cimino pada bagian lengan atas. Akhirnya, Alex harus kembali lagi ke RSPAD Gatot Soebroto.
“Selang tiga bulan dari RSPAD Gatot Soebroto, bapak balik lagi ke situ untuk jalani operasi cimino yang gagal,” ujar Tugina.
Tugina bersyukur, RSPAD Gatot Soebroto berhasil menangani operasi Alex. Setelah itu, suaminya bisa kembali menjalani perawatan cuci darah di RSUD Dr. M. Yunus.
Namun bukan perkara mudah bagi Alex dalam menjalani perawatan cuci darah. Tugina pun kembali mengenang jelas pertama kali suaminya cuci darah.
“Saat itu saya hampir pingsan melihat kondisi bapak. Begitu juga bapak mengalami shock menjalani cuci darah pertama kali selama 1-2 jam,” imbuh Tugina.
Terkait prosedur cuci darah, Tugina menjelaskan, waktu cuci darah Alex hanya bisa dilakukan selama 4 jam, karena fisiknya yang tidak kuat menanggung efek tersebut.
“Sebenarnya aturan cuci darah yang baik itu 4,5 jam. Waktu itu pernah dicoba dan hasilnya bapak mengalami mual hingga sakit kepala yang luar biasa,” ujar Tugina.
Baca juga: Optimalkan Program JKN-KIS, BPJS Kesehatan Gandeng PT Telkom
Kejadian ini pun ibarat pemandangan mingguan yang harus dihadapi Tugina dan keluarga. Belum lagi saat Alex harus beradaptasi dengan aturan minum serta pola makan setiap harinya.
“Waktu awal sering ngeluh tidak bisa menahan haus, makanya saya benar-benar atur dengan baik itu pola makan dan minumnya,” jelas Tugina.
Tugina juga menceritakan, bila hemoglobin (Hb) suaminya rendah, otomatis Alex membutuhkan transfusi darah.
Namun, baginya itu bukanlah kendala sulit karena ada bantuan dari orang-orang terdekatnya.
Baca juga: Cegah Penyebaran Covid-19, BPJS Kesehatan Permudah Akses Masyarakat dengan Layanan Digital
“Misalkan dari pihak rs tidak ada stock darah biasanya teman atau kerabat bapak ikut membantu dengan berdonor darah,” ujar Tugina.
Dukungan dari anak dan istrinya turut membantu Alex lebih kuat dan semangat setiap melakukan cuci darah. Meski tubuhnya seringkali mengalami efek begitu berat sebelum atau sesudah melakukan cuci darah.
“Misal besok cuci darah, malam ini bapak mengalami sesak atau apalah pokoknya selalu ada saja begitu,” kata Tugina.
Kini meskipun efeknya tidak seberat ketika awal melakukan cuci darah, Tugina mengaku sedih melihat kondisi suaminya.
Baca juga: INFOGRAFIK: Cara Registrasi Ulang Keanggotaan BPJS Kesehatan
Apalagi, pada 2019 lalu Alex dirawat akibat gejala stroke hingga dirinya mengalami kejang dan hilang ingatan sementara.
Sebagai informasi, dalam jangka panjang, penderita gagal ginjal kronis memang berisiko terkena stroke atau penyakit jantung.
“Iya dulu sempat alami gejala stroke cuma dirawat hitungan minggu saja, tapi alhamdulilah sudah sehat kembali sekarang,” ujar Tugna.
Meski begitu, Alex sendiri masih bisa beraktivitas. Dia bekerja sebagai tenaga medis di RSUD Tais Kabupaten Seluma.
Baca juga: Cara Cek Kepesertaan BPJS Kesehatan Perlu Registrasi Ulang atau Tidak
“Cuma kalau capek sedikit izin atau ambil cuti, seperti sekarang ini sudah cuti selama dua bulan,” kata Tugina.
Pada Januari 2014, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hadir melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)-Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Sejak saat itu, fasilitas Askes Tugina dan Alek secara otomatis berganti menjadi JKN-KIS.
Meski berganti, ia mengatakan kehadiran JKN-KIS justru semakin meringankan biaya perawatan suaminya.
Sebagai peserta JKN-KIS, Tugina merasakan betul fasilitas BPJS Kesehatan untuk merawat suaminya.
Baca juga: Menko PMK Minta BPJS Kesehatan Segera Bayar Rumah Sakit yang Layani Pasien Covid-19
“Alhamdulilah sekali, saya dan keluarga merasa tertolong berkat BPJS Kesehatan. Apalagi untuk pengobatan suami saya selama ini, semuanya ditanggung BPJS Kesehatan,” ucap Tugina yang asli dari Jawa Tengah (Jateng) ini.
Terkait pelayanan rs rujukan BPJS Kesehatan, ia merasa pelayanan transfusi darah memuaskan, mudah dan tidak ribet.
“Saya sama suami ikut JKN-KIS dari perusahaan jadi langsung potong gaji. Anak-anak juga ikut daftar tapi JKN-KIS mandiri, jadi mereka bayar sendiri-sendiri,” ujar Tugina.
Tugina juga menilai, pelayanan pihak rs mulai dari perawatan, administrasi, dokumen, dan lainnya cukup baik dan cepat.
Baca juga: Di Tengah Pandemi Covid-19, Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Tetap Maksimal
“Paling kendala waktu pengambilan obat kan ramai dan antre tapi itu masih wajar ya,” terangnya.
Terakhir, Tugina menyampaikan saran kepada lembaga kesehatan ini agar terus meningkatkan pelayanannya, terutama membantu para keluarga yang membutuhkan.