KOMPAS.com – Pada awal 2019, Nahariah (51) mengalami pusing yang begitu hebat. Saat membuka mata, pusing langsung menerjang, dia juga tidak mampu berdiri apalagi berjalan.
“Mata enggak bisa terbuka, kalau dibuka langsung pusing minta ampun. Kuping juga berdengung kayak disenso (digergaji),” ujarnya kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Sabtu (24/10/2020).
Mengetahui keadaan itu, Nahariah pun langsung memeriksakan diri ke dokter. Meski sebenarnya, dia pernah mengalami hal tersebut dan tahu bahwa penyakit yang diderita adalah vertigo.
Karena takut dirawat, perempuan asal Sorong, Papua Barat ini memutuskan untuk pulang beristirahat. Namun, kondisinya justru semakin memburuk. Kali ini, Nahariah juga mengalami mual dan muntah.
“Enggak tahan lagi, pagi-pagi langsung masuk rumah sakit (rs) saja untuk dirawat,” terangnya, yang saat itu akhirnya mendatangi Unit Gawat Darurat (UGD) RS Angkatan Laut dr. R. Oetojo Sorong.
Baca juga: Andalkan BPJS Kesehatan, Pria Ini Berjuang Sembuh dari Gagal Ginjal
Nahariah menceritakan, di sana dia langsung mendapatkan perawatan, seperti pemeriksaan tensi dan jantung, serta infus. Dari pemeriksaan itu, diketahui penyebab vertigonya adalah tekanan darah tinggi.
“Normalnya 140, saya naik jadi 170 per 100,” ungkap perempuan yang sehari-hari tinggal di Kelurahan Klabulu, Kecamatan Sorong Utara, Sorong, Papua Barat tersebut.
Dalam masa perawatan itu, dia diberi obat lambung untuk meredakan mual dan obat penurun tekanan darah. Namun, tekanan darahnya masih saja tinggi.
Tekanan darah yang tinggi dan tak kunjung turun itu pun memaksanya dirawat kembali. Pada hari ketiga, barulah tekanan darahnya mulai menurun dan akhirnya diperbolehkan pulang setelah pulih.
Nahariah mengaku, tidak ada pengobatan atau kontrol secara berkala, tapi dokter memberinya obat dan memintanya istirahat di rumah.
Baca juga: Tanpa Harus Keluar Rumah, Layanan BPJS Kesehatan Bisa Diakses lewat Pandawa
Karena penyakitnya yang bisa kambuh sewaktu-waktu, dokter meminta Nahariah menjaga tekanan darahnya dengan mengatur pola makan dan gaya hidup.
“Saya kurangi makan yang bergaram, terus mengonsumsi herbal-herbal seperti
timun supaya tekanan darah enggak naik,” tuturnya.
Tak hanya menjaga pola makan, ibu lima anak ini juga menjalani olahraga ringan, seperti jalan pagi hingga berjemur.
Lebih lanjut, Nahariah mengatakan, pengobatan yang dijalankan semuanya gratis. Ini karena dia menjadi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
“Kalau yang tidak gratis gitu (tidak pakai BPJS Kesehatan), biayanya mungkin sekitar Rp 3 jutaan,” tuturnya.
Baca juga: Berawal dari Kencing Manis, Ibu Asal Merauke Ini Derita Penyakit Komplikasi
Dengan program itu, Nahariah yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga pun mengaku sangat terbantu. Sebab, penghasilan suaminya yang menjual kain dan baju di pasar tidak menentu.
Terlebih, dia terdaftar di segmen Penerima Bantuan Iuran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PBI APBN) sehingga tidak perlu membayar iuran. Dengan begitu, Nahariah dan suaminya dapat menguliahkan tiga anaknya.
“Saya KIS-nya dari pemerintah. Kelas tiga, tapi yang tidak berbayar. Ndak mampu untuk bayar tiap bulan,” tuturnya.
Nahariah mengatakan, karena suaminya adalah ketua rukun tetangga (RT), dirinya sudah menjadi peserta JKN-KIS sejak awal program ini diluncurkan, yaitu sekitar 2014 lalu.
Dia menilai, pelayanan yang diberikan sudah bagus. Contohnya saat Nahariah masuk UGD, dirawat, dan dikontrol oleh dokter.
Baca juga: Indeks Kepuasan atas BPJS Kesehatan Capai Skor 84 Persen
“Bagus. Setiap 24 jam itu perawat sampai tengah malam ngasih suntik infus. Bagus bukan main,” ungkapnya.
Pengalaman itu dan sebelum-sebelumnya, membuat Nahariah mantap memilih BPJS Kesehatan ketimbang asuransi lain.
Menurutnya, program ini sangat membantu untuk orang yang tidak mampu. Terlebih, BPJS Kesehatan bisa digunakan untuk bermacam-macam penyakit.