KOMPAS.com - Sudriyani (54) tidak pernah mengira, kebiasaannya mengonsumsi minuman manis membuat dia terkena penyakit komplikasi.
Penyakit tersebut menghampiri ibu empat anak ini sejak 15 tahun lalu, tepatnya ketika Sudriyani masih giat menjajakan kue keliling kampung. Hal ini dibenarkan, Rama (23), anak ketiga Sudriyani.
“Dulu sepulang jualan ibu sering kepanasan, jadi suka minum es sirup atau minuman kemasan. Dari situ lah ibu sering sakit-sakitan,” ujar Rama, kepada Kompas.com melalui telepon, Sabtu (17/10/2020).
Rama mengatakan, seiring berjalannya waktu, kebiasaan tersebut membuat Sudriyani mengalami lemas dan mual. Lantas, keluarga membawanya berobat ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kuprik, Merauke.
Baca juga: Andalkan BPJS Kesehatan, Pria Ini Berjuang Sembuh dari Gagal Ginjal
“Karena peralatan di puskesmas tidak memadai, ibu akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Merauke,” kata Rama.
Rama menceritakan, dokter di sana mendiagnosis ibunya terkena penyakit kencing manis atau diabetes. Biasanya, penyakit kronis ini ditandai dengan tingginya kadar gula (glukosa) darah.
Saat itu, Sudriyani hanya mengandalkan Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) untuk biaya berobat. Sebab, kebutuhan harian mereka hanya ditanggung suaminya, Mukhtar (63) yang bekerja sebagai petani padi.
Setelah menginap selama beberapa hari di rs, Sudriyani akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam kondisi itu, dirinya dipaksa dokter untuk istirahat total.
Baca juga: Tanpa Harus Keluar Rumah, Layanan BPJS Kesehatan Bisa Diakses lewat Pandawa
Namun seiring waktu berlalu, kondisi Sudriyani tak kunjung membaik. Sebaliknya, dia harus berhadapan dengan kegagalan jantung ringan.
Ini terjadi karena bila dibiarkan atau tidak terkontrol, kadar gula yang tinggi memang bisa meningkatkan risiko penyakit jantung.
“Iya, tidak lama setelah sakit kencing manis, ibu mengalami sesak nafas. Kami bawa ke puskesmas, kemudian dirujuk kembali ke RSUD Merauke. Di sana ibu menjalani rawat inap sekitar seminggu,” ujar Rama.
Penyakit itu pun pernah mengharuskan Sudriyani menjalani terapi beberapa kali.
Baca juga: Optimalkan Program JKN-KIS, BPJS Kesehatan Gandeng PT Telkom
Kerusakan fungsi ginjal
Belum sempat beristirahat dari kegagalan jantung ringan, Sudriyani harus melakukan operasi empedu.
Operasi dilakukan karena Sudriyani mengalami infeksi empedu akibat komplikasi penyakit kencing manisnya.
Namun bukan kesembuhan yang didapat malah terjadi pembengkakan sehingga dokter menyarankan untuk cuci darah karena fungsi ginjalnya rusak.
Sebagai informasi, penyakit kencing manis memang dapat berpengaruh pada rusaknya organ lain seperti ginjal dan bagian lainnya.
Baca juga: Cegah Penyebaran Covid-19, BPJS Kesehatan Permudah Akses Masyarakat dengan Layanan Digital
“Kurang lebih satu tahun ini, ibu menjalani cuci darah rutin,” ujar Rama.
Rama pun mengakui, 2019 menjadi waktu yang panjang bagi keluarganya. Sebab, setelah menjalani cuci darah, ibunya sering menggigil, mual, bahkan sampai muntah.
“Iya dulu awal-awal habis cuci darah bisa 2-3 kali dalam seminggu bolak-balik ke rs. Sekarang sudah mendingan, tetapi mual dan lemasnya masih ada setiap cuci darah berlangsung,” imbuh Rama.
Selain efek cuci darah, Sudriyani juga pernah beberapa kali menjalani rawat inap akibat pola makan yang salah.
Baca juga: Menko PMK Minta BPJS dan Kemenkes Susun Rencana Implementasikan UU Cipta Kerja
“Bulan kemarin ibu sempat rawat inap karena makan santan. Jadi pola makan dan minum memang harus kami pantau terus,” ujar Rama.
Bahkan, Sudriyani harus masuk kembali ke ruang operasi untuk menjalani cimino.
Untuk diketahui, cimino merupakan prosedur operasi kecil untuk menghubungkan salah satu pembuluh arteri dengan vena.
Operasi ini diperuntukkan bagi penderita gagal ginjal kronis yang harus menjalani cuci darah untuk jangka panjang.
Baca juga: Indeks Kepuasan atas BPJS Kesehatan Capai Skor 84 Persen
Terkait pembiayaan, Rama mengatakan, operasi empedu dan cimino ditanggung JKN-KIS sehingga gratis.
Rama pun mengakui, 2019 menjadi waktu yang panjang bagi keluarganya. Sebab, setelah menjalani cuci darah, ibunya sering menggigil, mual, bahkan sampai muntah.
“Iya dulu awal-awal habis cuci darah bisa 2-3 kali dalam seminggu bolak-balik ke rs. Sekarang sudah mendingan, tetapi mual dan lemasnya masih ada setiap cuci darah berlangsung,” imbuh Rama.
Selain efek cuci darah, Sudriyani juga pernah beberapa kali menjalani rawat inap akibat pola makan yang salah.
Baca juga: Dirut BPJS Ketenagakerjaan: Penerapan K3 Berdampak ke Pertumbuhan Ekonomi
“Bulan kemarin ibu sempat rawat inap karena makan santan. Jadi pola makan dan minum memang harus kami pantau terus,” ujar Rama.
Saat Sudriyani menjalani rawat inap maupun cuci darah di RSUD Merauke, Rama dan adiknya kerap bergantian.
“Kalau ibu dirawat, saya sama adik bergantian jaga karena bapak sibuk bekerja. Cuci darahnya pun maksimal hanya 4 jam,” imbuh Rama.
Baca juga: Tetap Buka Layanan Tatap Muka, BPJS Kesehatan Perketat Protokol Kesehatan di Kantor Cabang
Bersyukur ada BPJS Kesehatan
Rama tidak lupa mengungkapkan rasa syukur atas adanya program JKN-KIS yang digagas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Rama dan keluarganya pun telah terdaftar sebagai peserta JKN-KIS mandiri kelas I yang dibiayai kedua kakaknya. Menurut Rama, program tersebut menolong masyarakat kurang mampu dalam hal kesehatan.
Lebih lanjut, Rama mengatakan, pelayanan dari rs atau JKN-KIS sendiri lancar dan tidak dipersulit. Bahkan, prosedur rawat inap mudah diurus.
Baca juga: Peserta PBI BPJS Kesehatan Akan Dapat Vaksin Covid-19 Gratis
“Saya sangat puas dengan layanan JKN-KIS selama ini. Pihak rs juga ramah sudah semacam keluarga,” terangnya.
Rama berharap, program lembaga pemerintah ini dapat membantu masyarakat mendapat layanan kesehatan yang lebih baik dan lengkap.