KOMPAS.com – Ita Rifa Atul Mahmuda (31) bersyukur mendapat penjaminan penuh dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk menjalani operasi pemasangan permanent pacemaker (PPM) atau alat pacu jantung permanen,
Semua ini bermula ketika pada Oktober 2018, Ita yang merupakan seorang perawat, baru saja menyelesaikan shift pagi dan merasakan keanehan pada detak jantungnya.
“Selesai kerja 14.00 WIB, waktunya tak buat istirahat. Ternyata kok tambah keringat dingin sama mual,” kata Ita, saat diwawancarai Kompas.com, Kamis (15/10/2020).
Setelah itu, Ita memutuskan untuk menjalani rawat inap di Puskesmas Sumbersari, Jember, Jawa Timur, tempat dia bekerja.
Esoknya, Ita memeriksakan diri ke dokter praktik swasta. Di sana, dia disarankan untuk menjalani opname dan elektrokardiogram (EKG) yang merupakan tes sederhana untuk mengukur aktivitas listrik jantung, di rumah sakit (rs).
Baca juga: Idap Kanker Kelenjar Getah Bening, Ibu asal Pangandaran Ini Manfaatkan JKN-KIS
Menuruti saran dokter, Ita mendatangi RS Umum Daerah ( RSUD) dr. Haryoto Lumajang.
Di sana, Ita menjalani EKG. Hasilnya, dia didiagnosis brikardia (kondisi jantung yang berdenyut di bawah normal) dengan atrioventricular block (AV block) atau gangguan aliran impuls listrik total.
Meski begitu, dokter tidak mengetahui penyebab dari kondisi tersebut. Pasalnya, brikardia dengan block AV biasanya dialami orang berusia lanjut atau memiliki penyakit penyerta seperti hipertensi dan kencing manis. Sementara Ita tidak memiliki keduanya.
Kondisi itu pun membuat suami dan keluarga Ita kaget. Sebab, sebelumnya dia tidak pernah mengalami keluhan apapun.
Baca juga: Khawatir Osteoarthesis Istri Tak Kunjung Sembuh, Pria Ini Manfaatkan JKN-KIS
Ita pun dirawat di intensive care unit (ICU) selama tiga hari. Namun, kondisinya tak kunjung membaik.
“Enggak ada perubahan, sampai saya sudah enggak inget apa-apa. Kata teman, waktu itu nadi saya tinggal 20 kali per menit,” kata Ita.
Kondisi yang tidak teratasi tersebut membuat Ita dirujuk ke RSUD dr. Soetomo Surabaya. Di sana, Ita menjalani operasi pemasangan temporary pacemaker (TPM) atau alat pacu jantung sementara.
“Dipasang TPM biar detak jantungnya jadi normal, 60 sampai 130 kali per menit,” kata ibu satu anak tersebut.
Baca juga: Benjolan di Payudara Perempuan Ini Harus Dioperasi, Untung Ada JKN-KIS
Setelah operasi pemasangan TPM dan perawatan selama sepuluh hari di RS, Ita diizinkan pulang ke rumahnya di Dusun Petunggandung, Lumajang, Jawa Timur dan beraktivitas seperti biasa.
Namun semua proses yang dilalui Ita tersebut belum menggunakan penjaminan oleh BPJS Kesehatan.
Hari-hari Ita sepanjang Oktober, November, dan awal Desember 2018 berjalan seperti biasa. Sampai pada penghujung Desember, dia kembali merasakan detak jantung yang tidak seperti biasanya. Terhitung, nadinya hanya 40 kali per menit.
Saat itu, Ita kembali menjalankan pemeriksaan di RSUD dr. Haryoto. Namun setelah diobservasi selama dua minggu, kondisinya tidak kunjung membaik. Dokter pun kembali merujuknya ke RSUD Dr. Soetomo.
“14 Januari 2019 saya ke RSUD dr. Soetomo lagi. Ternyata sampai sana disuruh opname dan dikabari harus operasi lagi,” kata Ita.
Berbeda dengan operasi pertama, pada operasi kedua ini Ita menjalani pemasangan PPM dengan mengunakan penjaminan dari BPJS Kesehatan.
Baca juga: Pembuluh Jantung Tersumbat, Ibu Ini Jalani Kateterisasi dengan JKN-KIS
“Tapi alat PPM harus inden dari luar negeri, jadi saya disuruh sabar. Terlebih alat yang akan dipasang ke badan saya berbeda dengan yang dipakai orang lain karena saya enggak punya penyakit penyerta dan usianya masih muda,” kata Ita.
Ita mengaku pasrah, ada pula rasa galau dan takut di benaknya. Namun, dirinya merasa lebih tenang dari sebelumnya.
Pasalnya, ia tidak perlu memikirkan masalah biaya lagi karena memanfaatkan kepesertaannya pada program Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
“Jadi operasinya enggak bayar, padahal biaya aslinya sampai ratusan juta, semuanya di tangung oleh BPJS Kesehatan,” kata Ita.
Kelegaan Ita bertambah ketika tak sampai sehari, pihak rs mengabari bahwa alat PPM sudah tersedia dan besok dia sudah bisa dioperasi.
Baca juga: Ibu Ini Bersyukur JKN-KIS Tanggung Biaya Cuci Darah Suaminya
“Orang lain biasanya menunggu ketersediaan alat sampai satu minggu, kecuali kasus emergency. Tapi dibilang emergency, saya juga emergency karena nadinya cuma 40 kali per menit, normalnya paling enggak antara 70 sampai 80 kali per menit kalau sedang enggak beraktivitas,” kata Ita.
Saat operasi, Ita ditemani suaminya yang berprofesi sebagai wiraswasta, sedangkan anaknya dirawat sementara oleh neneknya. Syukur, setelah tiga hari dari waktu operasi, Ita sudah diizinkan pulang ke rumah.
Setelah kembali pulang, Ita pun kembali bekerja dan beraktivitas seperti biasa. Bedanya, kali ini Ita harus mengurangi kontak dengan alat-alat listrik.
“Karena di dalam tubuh saya ada PPM, jadi enggak boleh sampai tersengat listrik,” kata Ita.
Baca juga: Suami Positif Covid-19, Anak Terkena TB Paru dan Anemia, Ibu Ini Andalkan JKN-KIS
Kemudian atas saran dokter, Ita pun hanya mengonsumsi obat dan melakukan kontrol ketika merasakan keluhan lagi. Misalnya pada 2019 saat ia merasakan gejala berdebar.
Ita pun berharap, orang-orang yang merasakan manfaat dari JKN-KIS seperti dirinya, selalu taat membayar iuran yang diwajibkan.
“Slogannya kan gotong royong, jadi menurut saya enggak masalah bayar setiap bulan. Toh kita juga sudah pakai fasilitasnya di depan. Jangan karena sudah merasa sehat dan enggak perlu kontrol jadi enggak bayar iuran,” kata Ita.