KOMPAS.com - Bagai petir di siang bolong. Mungkin begitulah ungkapan yang menggambarkan perasaan Endrawati (34) ketika dokter menyarankan melakukan operasi caesar saat kehamilan keduanya memasuki usia kandungan 6 bulan.
“Saat itu bingung dan cemas, saya mengalami eklampsia jadi mau tidak mau harus operasi caesar untuk keselamatan saya dan anak,” ujarnya getir, saat diwawancarai Kompas.com via telepon, Senin (21/9/2020).
Eklampsia adalah tekanan darah tinggi yang menyebabkan ibu hamil mengalami kejang. Kondisi ini memang jarang terjadi, namun tidak bisa diremehkan karena berpotensi mengancam nyawa ibu hamil dan janin.
Baca juga: BPJS Kesehatan Kembangkan Upaya Pencegahan Kecurangan Program JKN-KIS
Kondisi eklampsia pun membuat Endrawati harus berpindah-pindah rumah sakit ( rs) saat menjelang melahirkan. Bahkan, ia sampai mendatangi empat rs.
“Awalnya, Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Kedaton Medical Center memberi rujukan ke RS Ibu dan Anak (RSIA) Puri Betik Hati. Lalu, dirujuk lagi ke RS Urip Sumoharjo, tapi mereka angkat tangan dan saya pindah ke RS Graha Husada. Ternyata, peralatan RS Graha Husada belum memadai. Jadi saya dirujuk ke RS Umum Daerah (RSUD) Dr. H. Abdul Moeloek,” kata Endrawati.
Setelah mendapat rumah sakit, Endrawati tidak bisa serta-merta bernapas lega. Pasalnya, RSUD Dr. H. Abdul Moeloek merupakan rs rujukan pasien Covid-19.
“Takut karena di sana jadi tempat isolasi pasien Covid-19, tapi balik lagi, tensi darah saya tinggi dan cuma RSUD Dr. H. Abdul Moeloek yang bisa mengatasi,” kata Endrawati.
Baca juga: Permudah Badan Usaha Urus JKN-KIS, BPJS Kesehatan Hadirkan e-Dabu Mobile
Ketika diharuskan untuk operasi caesar, sebenarnya memori Endrawati kembali saat akan melahirkan anak pertamanya. Pada masa itu, ia juga diharuskan melakukan operasi caesar karena mengidap hipertensi.
Tidak hanya takut, persoalan biaya operasi caesar yang tidak sedikit juga menjadi beban tersendiri.
Untuk itu, bersama suaminya, perempuan yang sehari-hari berdagang makanan di salah satu kantor perdagangan Bandar Lampung itu, harus bekerja keras demi biaya persalinan yang tidak murah.
“Saat melahirkan anak pertama saya menggunakan fasilitas umum karena belum ada jaminan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Biayanya kurang lebih Rp 10 juta,” kata Endrawati.
Baca juga: Tingkatkan Layanan JKN-KIS, DJSN Terbitkan Buku Statistik JKN
Berbeda dengan kelahiran pertama, pada kelahiran kedua ini Endrawati sudah terdaftar sebagai peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Kelas II.
Dengan mengikuti JKN tersebut, Endrawati bisa bernapas lega karena tidak perlu mengkhawatirkan biaya persalinan. Apalagi saat ini kondisi ekonomi sedang lesu akibat pandemi Covid-19.
“Pegawai kantor masuk selang-seling karena Covid-19, jadi jualan saya tidak begitu ramai, apalagi saat hamil sering libur. Suami kerja jadi supir truk tangki minyak. Dengan JKN, saya tidak perlu mengeluarkan uang untuk membayar fasilitas rs,” kata Endrawati.
Baca juga: Optimalisasi JKN-KIS, BPJS Kesehatan Gandeng UIN Syarif Hidayatullah
Meski tidak mengeluarkan biaya, Endrawati merasa puas karena rs tidak membeda-bedakan pasien. Penanganan dan fasilitas rs selama kurang lebih satu minggu perawatan juga sangat memuaskan.
“Pelayanannya bagus, prosesnya cepat. Tidak pakai acara menunggu,” kata Endrawati.