KOMPAS.com - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi ( BPH Migas) menggelar Focus Group Discussion (FGD) “Tata Cara Pelaporan dan Verifikasi Iuran Badan Usaha dalam Kegiatan Usaha Penyediaan dan Pendistribusian BBM dan Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa” di Yogyakarta, Kamis (3/10/2024).
Anggota Komite BPH Migas Iwan Prasetya Adhi mengatakan, FGD tersebut membahas kajian revisi Peraturan BPH Migas Nomor 2 Tahun 2022. Revisi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelaporan dan verifikasi iuran.
Dengan demikian, Peraturan BPH Migas Nomor 2 Tahun 2022 bisa selaras dengan rancangan revisi PP Nomor 48 Tahun 2019.
Seperti diketahui, terdapat perubahan ketentuan pengelolaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Iuran dalam rancangan Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2019.
PP tersebut mengatur tentang tata cara pelaporan dan verifikasi iuran badan usaha dalam kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak dan pengangkutan gas bumi melalui pipa.
“FGD itu juga digelar untuk mendapatkan masukan terkait perbaikan proses bisnis verifikasi dan rekonsiliasi iuran,” ujarnya dalam siaran pers, Sabtu (5/10/2024).
Baca juga: BPH Migas Gelar Seminar Penerbitan Surat Rekomendasi dan Layanan Publik di Jatim Fest 2024
Iwan menjelaskan, FGD tersebut juga mengagendakan pembuatan standard operating procedure (SOP) atau petunjuk teknis atau petunjuk pelaksanaan, terutama proses verifikasi terhadap harga jual jenis bahan bakar minyak (BBM) umum yang selama ini belum berjalan optimal.
Selain itu, FGD tersebut turut membahas permohonan keringanan PNBP Iuran.
Iwan menjelaskan, keringanan PNBP Iuran untuk badan usaha yang merupakan wajib bayar diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 206/PMK.02/2021 Tahun 2021.
Permenkeu itu berisi tentang petunjuk teknis pengajuan dan penyelesaian keberatan, keringanan, dan pengembalian penerimaan negara bukan pajak.
“Peraturan BPH Migas Nomor 2 Tahun 2022 belum mengatur tentang keringanan tersebut. Di revisi ini, kami masukkan sebagai penyempurnaan aturan sebelumnya,” jelasnya.
FGD kali ini juga diharapkan mengatur kondisi existing dan permasalahan-permasalahan dalam tata cara pelaporan, verifikasi, dan rekonsiliasi iuran badan usaha serta mendapatkan penjelasan mengenai keterlibatan masing-masing pihak, termasuk BPH Migas dalam proses tersebut.
Anggota Komite BPH Migas Harya Adityawarman berharap, revisi aturan itu dapat mengoptimalkan penerimaan iuran badan usaha melalui verifikasi harga jual BBM serta harga jual gas bumi yang diangkut melalui pipa yang lebih akuntabel.
Baca juga: BPH Migas Berkomitmen Dukung Pemanfaatan BBM Ramah Lingkungan
“Beberapa hal yang belum ada di aturan sebelumnya kami harapkan dapat diakomodasi di aturan ini, misal masalah denda” ujarnya.
Dia berharap, aturan itu mengakomodasi verifikasi harga BBM serta gas bumi melalui pipa yang lebih bisa dipertanggungjawabkan.
“Selama ini, verifikasinya masih terfokus pada volume BBM yang dijual serta volume gas bumi yang diangkut melalui pipa,” tuturnya.
FGD itu merupakan tahap pertama yang berlangsung 3 hari untuk mendapatkan masukan dari internal BPH Migas, Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (PSE UGM), dan Badan Usaha Hilir Migas.
Selanjutnya, FGD tahap II akan diselenggarakan untuk meminta masukan dari stakeholder di lingkungan Kementerian ESDM dan kementerian lain.
"Diharapkan, revisi peraturan ini nantinya mendapat banyak perbaikan guna meningkatkan layanan pengelolaan PNBP Iuran untuk Badan Usaha Hilir Migas," jelas Harya.
Baca juga: BPH Migas Bantah Tudingan Lindungi Produsen Monopoli Avtur
FGD itu dihadiri anggota Komite BPH Migas Abdul Halim, Basuki Trikora Putra, Eman Salman Arif, Saleh Abdurrahman, dan Yapit Sapta Putra.