KOMPAS.com – Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) M. Fanshurullah Asa mengatakan, target 170 program Bahan Bakar Minyak ( BBM) satu harga hingga akhir tahun 2019 dapat diselesaikan lebih cepat di bulan Oktober 2019.
Dia menyampaikan itu bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat menjabarkan pencapaian kinerja 2019 dan program kerja 2020 di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (9/1/2029).
“Ke depan, periode 2020-2024, Kementerian ESDM akan melaksanakan arahan Bapak Presiden untuk melanjutkan pembangunan sebanyak 330 penyalur BBM satu harga,” ungkapnya seperti keterangan tertulisnya, Senin (13/1/2020).
Dengan begitu, akan ada 500 titik penyalur BBM satu harga hingga tahun 2024.
Dia menambahkan, untuk target 2020, pihaknya akan membangun 83 lokasi penyalur dengan sebaran 10 penyalur di Sumatera, 15 di Kalimantan, 17 di Bali, NTB, dan NTT, 10 di Sulawesi, dan 31 Penyalur di Papua.
Baca juga: BPH Migas Serahkan SK Penugasan serta Kuota BBM Subsidi dan Khusus Tahun 2020
“Untuk wilayah Papua mendapat alokasi paling banyak, ini merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan energi yang berkeadilan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T),” terang Ifan, sapaannya.
Perlu diketahui, program BBM satu harga hingga akhir tahun 2019 ini ditugaskan kepada PT Pertamina (Persero) sebanyak 160 titik penyalur dan PT AKR Corporindo Tbk. sebanyak 10 titik penyalur.
Lokasi program di wilayah 3T tersebut, meliputi 31 penyalur di Sumatera, 42 di Kalimantan, 3 di Jawa dan Madura, 2 di Bali, 17 di Sulawesi, 25 di NTB dan NTT, dan 50 Penyalur di Maluku dan Papua.
Adapun, program ini dicanangkan Presiden Joko Widodo pada akhir 2016 dan ditujukan untuk menyeragamkan harga jual resmi BBM jenis Premium/RON 88 sebesar Rp 6.450 per liter dan Solar Rp 5.150 per liter hingga ke daerah-daerah pelosok Indonesia.
Hal itu sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, di mana Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM).
Baca juga: Pertamina Minta BPH Migas Atur Tata Cara Penjualan BBM di SPBU
Peran itulah yang diemban BPH Migas, yaitu mengatur ketersediaaan dan distribusi BBM dan gas bumi yang ditetapkan Pemerintah dapat terjamin di seluruh wilayah Indonesia.
Selain program BBM satu harga, berikut capaian BPH Migas lainnya.
Ifan menyebut, pada 2019 lalu , BPH Migas menetapkan harga gas untuk rumah tangga (Jargas) di 24 Kabupaten/Kota yang lebih murah daripada harga gas LPG 3 kilogram (kg).
Sebagai gambaran, BPH Migas menetapkan harga Jargas untuk Rumah Tangga 1 (RT-1) dan Pelanggan Kecil 1 ( PK-1) sebesar Rp 4.250 per meter kubik (m3) di sebelas Kabupaten/Kota.
Daerah tersebut, meliputi Kota Cirebon, Kab. Cirebon, Kab. Karawang, Kab. Lamongan, Kab. Pasuruan, Kab. Probolinggo, Kab. Kutai Kartanegara, Kab. Banggai, Kab. Wajo, dan Kota Dumai serta Kota Jambi.
Baca juga: BPH Migas Tetapkan Kuota BBM Subsidi dan Khusus Tahun 2020, Ini Besarannya
Ketetapan harga ini pun lebih murah ketimbang harga pasar Gas LPG 3 kg (berkisar Rp 4.511 - Rp 6.266 per m3).
Sementara itu, untuk RT-2 dan PK-2, harga yang ditetapkan sebesar Rp 6.000 dan ini lebih murah daripada harga pasar Gas LPG 12 Kg (berkisar Rp 9.398 - Rp12.531).
“Ini merupakan bentuk komitmen untuk mewujudkan keadilan energi untuk masyarakat sekaligus untuk mengurangi defisit neraca perdagangan migas,” tegas Ifan.
Lebih lanjut, dia menyebut penggunaan Jargas secara otomatis akan mengurangi impor subsidi LPG 3 kg.
Menurutnya, penggunaan Jargas mempunyai beberapa keunggulan dibanding penggunaan LPG tabung, seperti harga lebih murah, aman, akses mudah, efisien, ramah lingkungan, dan keandalan pasokan gas serta jaminan kualitas layanan.
Baca juga: BPH Migas Putuskan Penyalur Jenis BBM Tertentu Hanya Dua
“Secara keseluruhan sejak BPH Migas berdiri, (kami) telah menetapkan harga Jargas di 52 Kabupaten/Kota dengan harga jual dibawah harga pasar gas LPG 3 kg dan 12 kg,” terangnya.
Ifan menjelaskan, menindaklanjuti arahan presiden yang meminta terciptanya harga gas yang kompetitif bagi industri, pihaknya mendukung untuk menurunkan harga gas untuk industri.
“BPH Migas akan me-review toll fee beberapa ruas transmisi untuk mendukung target harga gas industri sebesar 6 dollar AS per per satu juta British Thermal Unit (MMBTU),” terangnya.
Perlu diketahui, biaya transmisi (toll fee) atau tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa sebagai salah satu komponen harga gas hilir menjadi salah satu tugas BPH Migas untuk mengatur dan menetapkan.
Baca juga: Dukung Arahan Jokowi, BPH Migas Siap Turunkan Harga Gas untuk Industri
Hingga tahun 2019, BPH Migas telah menetapkan tarif pengangkutan di 61 ruas pipa transmisi dengan rata-rata tarif tertimbang sebesar 0,353 dollar AS per Juta Standard Kaki Kubik per Hari (Mscf).
“Penetapan tarif tersebut ditentukan secara akuntabel, transparan, adil, wajar, dengan mempertimbangkan kepentingan antara transporter (Badan Usaha pemegang Izin Usaha Pengangkutan gas bumi melalui pipa) dan para shipper (pengguna jasa pengangkutan gas bumi melalui pipa),” jelasnya.
Adapun, metode perhitungan tarif yang dipakai BPH Migas menggunakan metode yang umum digunakan di dunia, yaitu berdasarkan cost of service dibagi dengan volume gas yang mengalir.
Cost of service meliputi semua biaya yang dikeluarkan transporter dalam menjalankan kegiatan pengangkutan gas bumi melalui pipa dan keuntungan yang wajar dari investasi fasilitas yang telah dikeluarkan.
Ifan menjelaskan, salah satu tugas BPH Migas adalah melakukan pengaturan dan pengawasan pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi.
Baca juga: Salip Chevron, Produksi Blok Cepu Melonjak Capai 220.000 BPH
Dari target panjang pipa transmisi dan distribusi pada 2019 sepanjang 14.008 kilometer (km), hingga akhir tahun 2019 telah terealisasi sepanjang 14.763 km atau 105,4 persen.
BPH Migas berhasil menyetor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 1,32 triliun atau 138,61 persen dari target yang ditetapkan APBN, yakni Rp 950 miliar pada 2019.
Ifan menjelaskan, PNBP ini berasal dari iuran badan usaha yang melakukan kegiatan penyediaan dan pendistribusian BBM dan badan usaha yang melakukan kegiatan niaga dan atau pengangkutan gas bumi melalui pipa.
“PNBP yang telah disetor ke kas negara tersebut dapat digunakan BPH Migas melalui mekanisme APBN dengan izin penggunaan sebesar 24,97 persen untuk biaya operasional BPH Migas,” jelasnya.
Baca juga: Kemenkeu Izinkan Hasil ERP Jadi PNBP
Biaya operasional tersebut meliputi kegiatan penyediaan dan peningkatan pelayanan yang berkualitas dan terukur kepada Badan Usaha dan mendorong peningkatan PNBP.
Realisasi Anggaran BPH Migas tahun 2019 sebesar Rp 172,29 milyar atau sebesar 95,92 persen dari Pagu anggaran sebesar Rp 179,63 milyar.
Ifan menyebut, angka realisasi itu setara 95,92 persen lebih tinggi dari realisasi tahun 2018 sebesar 92,43 persen dan tertinggi sejak BPH Migas berdiri.
Untuk Nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) 2019, angkanya sebesar 96,51 persen atau lebih tinggi dari tahun 2018 yang mencatat 92,76 persen dan lebih tinggi dari target sebesar 93 persen.
Perlu diketahui, IKPA adalah indikator yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
Baca juga: UU APBN Diketok, Ini Target Ekonomi dan Asumsi Makro 2020
Hal ini berfungsi untuk mengukur kualitas kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga dari sisi kesesuaian terhadap perencanaan, efektifitas pelaksanaan anggaran, efisiensi pelaksanaan anggaran, dan kepatuhan terhadap regulasi.
Adapun, nilai IKPA tertinggi adalah 100.
Capaian lain BPH Migas pada 2019 adalah realisasi Jenis BBM Tertentu/Subsidi (JBT) untuk Solar sebesar 16,17 juta kiloliter (KL) atau sebesar 111,51 persendari kuota yang ditetapkan pemerintah sebesar 14,5 juta KL.
Realisasi JBT lainnya, yaitu minyak tanah sebesar 0,52 juta KL atau sebesar 85,88 persen dari kuota sebesar 0,61 juta KL.
Sementara itu, realisasi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) pada 2019 jenis premium sebesar 11,49 juta KL atau sebesar 104,53 persen dari kuota 11 juta KL.
Ifan menjelaskan, BPH Migas akan meningkatkan pengawasan penyaluran JBT dan JBKP pada 2020 ini agar tepat sasaran.
Baca juga: Turunkan Harga Gas Industri, Menteri ESDM Tak Pilih Impor, Mengapa?
Untuk itu, pihaknya pun akan meningkatkan sinergitas antar instansi baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Salah satu realisasinya adalah dilakukannya penandatanganan pernyataan bersama pengawasan penyediaan dan pendistribusian BBM antara Menteri ESDM, Menteri Dalam Negeri, dan Kepala Kepolisian Negara RI (Kapolri) di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (09/01/2020).
Kapolri Jenderal Polisi Idham Aziz pun menyatakan komitmen pengawasan BBM dengan membentuk satuan tugas (Satgas) kuda laut yang dipimpin Kabareskim.
"Kami berkomitmen agar Migas tahun 2020 ini penyaluran lebih baik lagi. Saya yakinkan speed kita akan cukup kencang. Tidak ada keberhasilan kalau kita tidak kompak. Ayo kita sama-sama bangun komunikasi,” ujarnya.
Tak hanya itu, BPH Migas juga meminta komitmen PT Pertamina (Persero) dan PT Telkom untuk menyelesaikan target digitalisasi nozzle di 5.518 SPBU hingga Juni 2020.
Baca juga: Kepala BPH Migas Usulkan Pemasangan GPS pada Rail Tank Wagon
BPH Migas juga meminta pengimplementasian sistem identifikasi konsumen dan volume pembelian pada digitalisasi nozzle SPBU dengan pencatatan nomor polisi sebelum isi BBM.
Hal tersebut dilakukan agar BBM subsidi tersebut tepat sasaran.
Sementara itu, BPH Migas juga meraih tiga sertifikat berstandar internasional pada 2019.
Tiga sertifikat itu adalah ISO 9001 untuk Sistem Manajemen Mutu, ISO 14000 untuk Sistem Manajemen Lingkungan, dan Sertifikat OHSAS 18000 untuk Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja.