KOMPAS.com - Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ( BNPT) Ibnu Suhaendra mengatakan, negara harus hadir melindungi seluruh warga negara Indonesia (WNI) dari terorisme.
Untuk itu, BNPT saat ini merumuskan enam tantangan penanganan terorisme di masa pemerintahan baru Prabowo-Gibran ke depan.
Dua tantangan tersebut yang perlu menjadi perhatian serius adalah WNI terasosiasi foreign terrorist fighter (FTF) dan pelibatan anak serta perempuan dalam aksi terorisme.
Ibnu menjelaskan, tantangan penanganan terorisme saat ini muncul dari pelibatan perempuan dan anak pada aksi terorisme yang jumlahnya semakin meningkat.
Dia menyebutkan, saat ini lebih dari 60 perempuan dan 20 anak di bawah umur terpapar terorisme. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya, terutama di era sebelum Negara Islam Irak dan Syam (ISIS).
"Kelompok teroris ISIS membolehkan perempuan bahkan anak-anak melakukan amaliyah," ungkapnya.
Dia mengatakan itu dalam acara #bicaraterorisme Tantangan Penanganan Terorisme di Masa Pemerintahan Baru di The Habibie Center, Jakarta, Kamis (16/5/2024).
Menurutnya, keterlibatan perempuan dan anak pada aksi terorisme biasanya dilakukan dengan modus sederhana menggunakan peralatan yang mudah dan murah.
"Kasus-kasus teror dengan hanya bermodalkan pisau atau korek api," katanya dalam siaran pers.
Ibnu menjelaskan, posisi perempuan dan anak dalam keterlibatan terorisme juga menjadi perhatian penting karena seharusnya aksi terorisme dapat dicegah dengan hadirnya peran perempuan.
Baca juga: Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru
Dia menilai, ibu dapat menjadi garda terdepan penanaman nilai-nilai toleransi dan keharmonisan.
"Kami menemukan anak-anak yang terlibat terorisme telah didoktrin sejak kecil. Terorisme ini tidak ujug-ujug terjadi, tetapi bertahap dari intoleransi dan radikalisme,” jelasnya.
Untuk itu, kata dia, peran ibu dan keluarga sangat penting dalam mengajarkan nilai-nilai toleransi, pemahaman kebangsaan, dan keharmonisan dalam keluarga.
Untuk tantangan berikutnya, Ibnu mengatakan, negara bisa hadir melalui rencana pemulangan (repatriasi) WNI yang berada di kamp-kamp pengungsian di wilayah Timur Tengah.
"Kami berharap dapat menjemput mereka di sana. Ini bentuk perlindungan kepada warga negara kita. Kami akan melakukan program deradikalisasi kepada mereka," jelasnya.
Baca juga: Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi
Selain dua tantangan tersebut, terdapat juga empat tantangan lain, yaitu residivis terorisme, dinamika kekerasan di Papua, penggunaan teknologi, dan pendanaan terorisme.