SURAKARTA, KOMPAS.com – Pagi itu, Joko Haryono (54) sibuk mengantre di loket pendaftaran Rumah Sakit ( RS) Brayat Minulya Surakarta, untuk mengontrol penyakit jantungnya.
Bagi Joko, aktivitas tersebut bukanlah hal baru. Pasalnya, ia sudah melakukannya sejak lima tahun yang lalu, setiap satu bulan sekali.
Awalnya, laki-laki pensiunan guru salah satu sekolah swasta di Solo Baru tersebut, tidak mengetahui kalau dirinya mengidap penyakit jantung. Namun, pada suatu malam, ia merasakan nyeri dan sesak di dada, serta kesulitan bernapas.
“Karena waktu serangan pertama masih bisa jalan ke rs, langsung saya bangunkan anak dan istri,” tutur Joko kepada Kompas.com, Senin (21/9/2020).
Baca juga: Berkat Dashboard JKN dari BPJS Kesehatan, Pemda Bisa Akses Data JKN-KIS
Kemudian, sambung Joko, keluarganya membawanya ke RS Dokter Oen Kandang Sapi, mengingat lokasinya paling dekat dengan rumah sehingga bisa segera mendapat penanganan.
“Sesampainya di rs langsung diberi pertolongan pertama, pakai bantuan oksigen, lalu cek rekam jantung,” kata Joko.
Usai itu, Joko merasa napasnya berangsur-angsur teratur. Namun karena masih menyisakan sedikit sesak dan nyeri di dada, pihak rs menyarankanya untuk rawat inap.
Untungnya Joko merupakan peserta program Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN) Kelas II, sehingga bisa mendapat jaminan kesehatan tanpa mengeluarkan biaya.
Baca juga: Tingkatkan Penanganan Aduan Peserta JKN-KIS, BPJS Gandeng YLKI
“Anak dan keluarga yang mengantar tinggal menunjukkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) saya ke loket pendaftaran. Setelah itu akan langsung dipanggil perawat yang mengantar ke kamar pasien,” kata Joko.
Tak hanya membantunya mengurus dan menjalani rawat inap, Joko mengatakan, pihak rs juga terus membantunya hingga keluar dari rs.
“Setelah fasilitas rawat inap, kontrol dan obat juga dijamin sepenuhnya oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),” imbuhnya.
Atas pelayanan dan fasilitas yang diterimanya hingga kini, Joko pun merasa puas dan mengucapkan terima kasih.
Baca juga: Ahli Sebut, Pandemi Covid-19 Bisa Jadi Momentum Reformasi JKN
“Semoga ke depannya bisa terus membantu dan memudahkan kami saat memerlukan pelayanan kesehatan,” tuturnya.
Joko sendiri sudah menjadi peserta program JKN sejak masih bekerja menjadi guru. Ia mendaftar secara kolektif melalui kantor.
“Dulu hanya mengumpulkan data, dan membayar iuran per bulan sebesar Rp 45.000,” tuturnya.
Baca juga: Bantu Warga Bayar Iuran JKN-KIS, BPJS Kesehatan Ajak Pecinta Gowes Berdonasi
Meski kini sudah pensiun, Joko mengaku dirinya tidak merasa kesulitan membayar iuran tersebut.
“Kalau sekarang bisa bayar via atm dan aplikasi,” imbuhnya.
Bukan hanya Joko yang terdaftar dalam program JKN, anak dan istrinya juga.
“Dulu yang bekerja kan kepala keluarga, jadi anak dan istri dijadikan satu, sekalian daftar tiga,” jelasnya lagi.
Baca juga: Kelas BPJS Mau Dilebur, YLKI: JKN Diuntungkan
Hingga saat ini, keluarga Joko masih terus mengikuti program JKN mandiri. Dengan begitu, jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit, tidak perlu kerepotan membayar pengobatan.